Singapura (ANTARA) - Harga minyak tergelincir lebih dari satu dolar per barel di awal perdagangan Asia pada Senin, karena kekhawatiran ekonomi global menekan prospek permintaan minyak sementara investor mengamati pertemuan G7 minggu ini untuk kemungkinan pergerakan ekspor minyak Rusia dan kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran.
Kedua kontrak mencatat penurunan mingguan kedua pekan lalu, karena kenaikan suku bunga di negara-negara ekonomi utama memperkuat dolar dan mengipasi ketakutan resesi. Namun, harga minyak tetap didukung dengan baik di atas 100 dolar AS per barel karena pasokan minyak mentah dan produk minyak tetap ketat setelah sanksi Barat membuat minyak Rusia tidak terjangkau oleh beberapa pembeli.
Para pemimpin negara-negara kaya Kelompok Tujuh (G7) diperkirakan akan membahas opsi minggu ini untuk mengatasi kenaikan harga energi dan mengganti impor minyak dan gas Rusia, serta sanksi lebih lanjut yang tidak memperburuk inflasi.
Langkah-langkah ini termasuk kemungkinan pembatasan harga pada ekspor minyak mentah dan produk minyak Rusia yang bertujuan untuk membatasi pendapatan Rusia sambil mengurangi kerusakan pada ekonomi lain.
"Tidak jelas apakah batas harga akan mencapai hasil ini," kata analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar dalam sebuah catatan.
"Masih belum ada yang menghentikan Rusia untuk melarang ekspor minyak dan produk olahan ke negara-negara G7 sebagai tanggapan atas pembatasan harga, memperburuk kondisi kekurangan di pasar minyak global dan produk olahan."
G7 juga akan membahas prospek menghidupkan kembali pembicaraan nuklir Iran setelah kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa bertemu dengan pejabat senior di Teheran untuk mencoba membuka blokir negosiasi yang macet, kata seorang pejabat kepresidenan Prancis, Minggu (26/6).
"Pekan ini, fokus pedagang mungkin pada potensi dilanjutkannya pembicaraan nuklir Iran, yang dapat mengarah pada kebangkitan ekspor minyak Iran," kata analis CMC Markets, Tina Teng.
Selain itu, beberapa pemimpin G7 mendorong pengakuan akan kebutuhan pembiayaan baru untuk investasi energi fosil, dua sumber mengatakan kepada Reuters pada Minggu (26/6) ketika negara-negara Eropa berjuang untuk mendiversifikasi pasokan.