New York (ANTARA) - Harga minyak tergelincir pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena para pedagang khawatir tentang prospek permintaan yang memburuk, namun mencatat kenaikan mingguan pertama dalam lima pekan didukung oleh kemungkinan bahwa OPEC+ akan setuju untuk memangkas produksi minyak mentah ketika bertemu pada 5 Oktober 2022.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terpangkas 1,74 dolar AS atau 2,1 persen, menjadi ditutup pada 79,49 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Brent dan WTI masing-masing menguat 2,0 persen dan 1,0 persen pada basis mingguan, menandai kenaikan mingguan pertama sejak Agustus dan mengikuti posisi terendah sembilan bulan yang dicapai minggu ini.
Untuk September, patokan minyak mentah AS kehilangan 11 persen, dan minyak mentah Brent anjlok 8,8 persen, menurut Dow Jones Market Data.
Harga Brent dan WTI menyelesaikan kuartal ketiga dengan penurunan masing-masing sebesar 23 persen dan 25 persen.
"Pasti ada beberapa aksi ambil untung dari keuntungan yang kita lihat di awal minggu. Posisi 80 dolar AS adalah semacam titik pivot hari ini," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
"Peningkatan kekhawatiran tentang stabilitas keuangan di Inggris ... merusak prospek permintaan sekali lagi," tambah Kilduff.
Kemunduran harga terjadi karena para pelaku pasar minyak semakin takut bahwa pengetatan moneter yang agresif oleh bank-bank sentral dapat meningkatkan risiko resesi, sehingga mengganggu permintaan bahan bakar.
"Perubahan harga telah menjadi norma karena para pelaku pasar mengatasi kekhawatiran atas ekonomi global dan prospek pengetatan pasokan minyak," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Pasar juga menunggu keputusan penting oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, karena kelompok tersebut akan bertemu Rabu depan (5/10/2022) dan membahas strategi produksi di masa depan.