Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa bumi membutuhkan aksi nyata dan bukan sekedar retorika dalam menghadapi ancaman perubahan iklim.
"Pendekatan lama harus ditinggalkan, burden shifting, propaganda. Bumi ini butuh aksi nyata, bukan talk the talk yang tidak berujung konkret," kata Kepala Negara seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (20/5) 2023.
Presiden mengklaim Indonesia telah meningkatkan target penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen disokong dukungan internasional.
"Sebuah komitmen yang harus diikuti dengan kemitraan yang memberdayakan," katanya.
Oleh karena itu, Presiden menegaskan dukungan pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang harus bersifat konstruktif dan jauh dari kebijakan diskriminatif yang mengatasnamakan lingkungan.
Menurut Jokowi, dukungan pendanaan dalam bentuk utang hanya akan menjadi beban.
"Saya harus sampaikan, jujur, negara berkembang ragu terhadap komitmen pendanaan negara maju yang hingga kini komitmen 100 miliar dolar AS per tahun masih belum terpenuhi," katanya.
Presiden juga mendorong semua negara untuk meningkatkan aksi konkret menghadapi ancaman perubahan iklim.
Indonesia, misalnya lanjut Jokowi, telah menempuh sejumlah aksi nyata guna menghadapi ancaman tersebut.
"Laju deforestasi turun signifikan dan terendah selama 20 tahun terakhir, rehabilitasi 600.000 hektare hutan mangrove selesai di 2024, rehabilitasi 3 juta hektare lahan kritis, kebakaran hutan turun 88 persen, bangun 30.000 hektare kawasan industri hijau, dan mendorong pengembangan ekosistem EV (kendaraan listrik, red.)," katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva juga telah sepakat untuk mendorong negara-negara maju merealisasikan komitmen penyediaan dana perubahan iklim, ketika keduanya melakukan pertemuan bilateral di Hotel Rihga Royal, Hiroshima, Sabtu siang.