Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo meminta agar penganggaran stunting di daerah bisa berdaya ungkit tinggi.
Ia menegaskan, tidak ada penambahan anggaran dari pemerintah pusat untuk program percepatan penurunan stunting di daerah, tetapi juga tidak ada pengurangan anggaran, untuk itu setiap daerah harus mampu memprioritaskan program-program yang strategis.
"Anggaran yang ada segitu tetapi tolong betul-betul bisa dikonvergensikan, dan difokuskan pada program yang punya daya ungkit tinggi, prioritaskan program yang strategis," ujar dia.
Ia juga menekankan agar seluruh provinsi mencermati serapan dana di tahun 2022, dan mengevaluasi pemanfaatannya agar anggaran di tahun 2024 bisa fokus pada permasalahan yang ada.
"Mohon di seluruh provinsi ikutilah pakem cara mencegah stunting, arahkanlah anggaran kepada inti permasalahan, cermatilah serapan dana tahun 2022," kata dia.
Ia memaparkan, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) rata-rata memiliki dana alokasi khusus (DAK) fisik yang bagus, dengan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) rata-rata terealisasi sebesar 78,53 persen.
"2023 kita alokasi Jateng sebanyak 376 M yang kuota bagi ke DAK BOKB non-fisik yang ada kabupaten/kota. Hari ini realisasinya 37,94 persen per 1 September 2023. Yang paling rendah Rembang, Boyolali, Magelang. Setelah pulang dari acara ini, mohon dilihat wilayahnya masing-masing, penyerapannya harus sukses," ucapnya.
Ia juga berpesan agar daerah memaksimalkan anggaran DAK non-fisik bidang kesehatan tahun anggaran 2023 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal.
Hasto juga secara terus-menerus menyampaikan pesan dari Presiden Joko Widodo di setiap kunjungan ke daerah akan pentingnya keluarga sebagai fondasi program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana (bangga kencana).
"Saya selalu sampaikan di manapun, memang keluarga menjadi fokus maka bangga kencana, ini menjadi hal yang sangat tepat untuk kita berikan suatu penanganan khusus, intervensi agar kualitas keluarga meningkat kemudian bangsa dan negara kita ini maju," tuturnya.
Untuk menyasar keluarga berisiko stunting dengan tepat, menurut Hasto, pemerintah daerah harus mampu menguasai blok sensus yang mempengaruhi penilaian Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
"Maka saya selalu sampaikan, kalau bapak/ibu tidak menguasai blok sensusnya dalam rangka menurunkan stunting, itu kita bisa kerepotan. Misalnya Jateng itu blok sensusnya ada di mana saja dan berapa titik, lalu apakah itu representatif?" ucap dia.
"Hati-hati harus dicermati sekarang juga agar nanti kalau hasilnya tidak sesuai harapan bisa dievaluasi seperti apa kenyataan dan hasilnya," imbuhnya.
Ia juga menyampaikan agar setiap provinsi selalu memperhatikan dan mencermati angka kesuburan total atau total fertility rate (TFR) agar penurunan stunting bisa diprioritaskan kepada daerah dengan TFR tinggi.
"Saya minta di provinsi-provinsi lain silahkan nanti mengurai sendiri, cermatilah di wilayah masing-masing mana TFR yang tertinggi, supaya alokasi anggaran untuk kegiatan di daerah juga difokuskan kepada daerah-daerah yang permasalahannya tinggi," demikian Hasto Wardoyo.