Jakarta (ANTARA) - Organisasi nonpemerintah Pantau Gambut yang fokus terhadap perlindungan dan keberlanjutan lahan gambut di Indonesia menyatakan masyarakat yang berada dalam Desa Mandiri Peduli Gambut punya kesadaran tinggi untuk merestorasi lahan gambut.
Pada 2021, Pantau Gambut melakukan studi terhadap 1.222 titik sampel implementasi restorasi di provinsi-provinsi terdampak kerusakan gambut.
Wahyu mengatakan capaian restorasi yang baik itu justru muncul pada kawasan-kawasan yang dikelola oleh masyarakat, termasuk Desa Mandiri Peduli Gambut ketimbang restorasi yang dikelola oleh pemilik lahan konsesi.
"Ketika masyarakat menjaga gambut itu memberikan keuntungan yang cukup baik tidak hanya dari sisi lingkungan, bahkan juga dari sisi ekonomi," ujarnya.
Lebih lanjut Wahyu menuturkan ada empat wilayah yang bagus dalam pengelolaan gambut berbasis masyarakat, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Berdasarkan catatan Pantau Gambut, Riau memiliki beberapa daerah gambut yang punya komoditas cukup baik, salah satunya Kabupaten Indragiri Hilir.
Daerah itu memiliki acara tahunan World Coconut Day dan memiliki julukan Negeri Seribu Parit Hamparan Kelapa dunia. Kini masyarakat di sana mulai tergusur oleh kelapa sawit dan sedang berusaha bertahan untuk mengusahakan komoditas kelapa.
Di Kalimantan Barat, ada Kabupaten Kayong Utara yang telah banyak mengembangkan komoditas kopi ekselsa yang mampu tumbuh dan beradaptasi pada keasaman lahan gambut.
Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kopi cukup menjanjikan. Selain mendukung pemulihan ekosistem gambut yang rusak, kopi itu juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kelompok Masyarakat Kopi Jaya mengelola lahan gambut bekas terbakar untuk mengembangkan kopi jenis ekselsa. Kopi itu membutuhkan kurang lebih 40 persen sinar matahari, sehingga justru membutuhkan tutupan hutan yang baik.
Di Kalimantan Selatan, masyarakat setempat terus menciptakan aneka kerajinan tangan berbahan rotan yang diambil dari hutan gambut. Kerajinan rotan adalah alasan utama tidak melepas lahan mereka kepada perusahaan maupun industri kepala sawit.
Sedangkan Sumatera Selatan, daerah dengan pengelolaan gambut yang baik ada di Desa Bangsal yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Masyarakat setempat menjaga ekosistem desa mereka dengan budidaya kerbau.
Berbagai olahan susu kerbau endemik menjadi cara mereka bertahan. Salah satu yang diolah adalah gulo puan, makanan khas Palembang yang sudah terancam punah.
Sebagai hewan endemik, kerbau rawa secara spesifik dominan mengkonsumsi tanaman yang hanya tumbuh pada ekosistem basah terkhusus rawa gambut, di antaranya rumput kumpai (Hymenachine amplexicaulis) dan legum-legum (Legumninose).
Indonesia memiliki ekosistem gambut seluas 24,66 juta hektare yang tersebar dalam 865 Kesatuan Hidrologis Gambut di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Kondisi ekosistem gambut itu sudah banyak yang terdegradasi. Kerusakan utama ekosistem gambut terjadi akibat pengeringan gambut, sehingga terjadi penurunan muka air tanah yang membuat rawan kebakaran hutan dan depresi lahan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim tidak ada Desa Mandiri Peduli Gambut yang mengalami kebakaran meski cuaca kering akibat fenomena El-Nino sedang terjadi di Indonesia.
"Ada sekitar 60-an Desa Mandiri Peduli Gambut yang kami bina dan hingga kini belum ada desa binaan yang melaporkan kejadian kebakaran lahan hutan dan lahan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro.
Desa Mandiri Peduli Gambut adalah program pemulihan ekosistem gambut berbasis masyarakat yang dilakukan di luar kawasan hutan dan di luar konsesi. Program itu mendorong pemberdayaan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, termasuk potensi ekonominya secara berkelanjutan.
Pemerintah berharap revitalisasi ekonomi dalam program Desa Mandiri Peduli Gambut dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Peningkatan kesejahteraan itu menekan degradasi ekosistem gambut.