Bantul (ANTARA) - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Wahyu Widada mengatakan pabrik narkoba berkedok cairan Happy Water dan keripik pisang di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, sudah berjalan sekitar sebulan sebelum diungkap polisi.
Meski sudah memproduksi narkoba berkedok cairan Happy Water dan keripik pisang itu selama sebulan, produsen barang haram tersebut tidak langsung menjual produk tersebut.
"Ada prosesnya, karena dalam uji coba yang mereka lakukan juga ada yang berhasil, ada yang gagal; dan ternyata saat mereka melakukan pengiriman ke wilayah Cimanggis, Depok, itu bisa kami ungkap," jelas Wahyu.
Dalam penjualan cairan Happy Water dan keripik pisang narkoba di media sosial itu juga sudah tertera harga jual produk-produk tersebut.
Happy Water dijual dengan harga Rp1,2 juta, sedangkan keripik pisang dibuat dalam berbagai kemasan, mulai dari 50 gram, 75 gram, 100 gram, 200 gram, hingga 500 gram, dengan harga bervariasi antara Rp1,5 sampai Rp6 juta.
Wahyu menyebutkan total barang bukti yang diamankan polisi dari pengungkapan kasus peredaran narkoba tersebut terdapat 426 bungkus keripik pisang berbagai ukuran dan 2.022 botol Happy Water.
"Dan masih ada 10 kilogram bahan baku narkoba. Dengan asumsi satu keripik pisang dikonsumsi beberapa orang, kita bisa menyelamatkan sekitar 72 ribu orang dari penyalahgunaan narkoba ini," jelas Wahyu.
Dalam pengungkapan kasus tersebut, Bareskrim Polri yang bekerja sama dengan Polda DIY dan Polda Jawa Tengah telah menangkap delapan pelaku dari empat TKP, yaitu di Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat; Kecamatan Kaliangking, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah; Kelurahan Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta; serta di area Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Masing-masing pelaku yang ditangkap memiliki peran berbeda-beda, yakni sebagai pemilik akun media sosial, pemegang rekening akun bank, pengambil hasil produksi, penjaga gudang pemasaran, pengolah, dan penyalur.
"Saat ini, kami masih mengejar untuk beberapa orang DPO (daftar pencarian orang) lainnya yang masih akan kami cari dan kami tangkap," ujar Wahyu Widada.