Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa dalam rangkaian pertemuan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2023 di San Fransisco pada 11-17 November lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyatakan dukungan penuh keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Dukungan tersebut, menurut Airlangga, mencerminkan kepercayaan negara adidaya seperti AS terhadap potensi ekonomi Indonesia yang tumbuh solid.
Ada beberapa keuntungan bagi Indonesia apabila berhasil menjadi anggota resmi OECD. Yang pertama, Indonesia dapat lebih mudah menarik investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) yang nantinya dapat digunakan untuk program pembangunan prioritas negara.
Keanggotaan OECD pada dasarnya bermanfaat bagi citra Indonesia di mata investor seiring dengan citra OECD sebagai organisasi yang terbuka. Aspek keterbukaan dapat dinilai dari data-data OECD yang cenderung bebas akses, serta akan menarik minat investor global ke Indonesia.
Kedua, dengan menyelaraskan kebijakan dengan rekomendasi OECD, Indonesia mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Hal tersebut mendorong adanya reformasi kebijakan.
Keanggotaan OECD seringkali memerlukan penerapan praktik terbaik sesuai standar dalam berbagai bidang seperti perpajakan, peraturan ketenagakerjaan, perlindungan lingkungan. Penerapan reformasi tersebut dapat menghasilkan perbaikan tata kelola dan efisiensi ekonomi Indonesia.
Ketiga, dengan keanggotaan resmi OECD, para pemangku kebijakan Indonesia berpeluang untuk mendapatkan transfer pengetahuan atau knowledge transfer dari negara maju. Keanggotaan OECD memang diikuti dengan akses terhadap pengetahuan dan keahlian yang luas.
Pemerintah akan diuntungkan dari hasil penelitian, data, dan wawasan kebijakan OECD yang dapat berperan penting dalam mengatasi tantangan perekonomian nasional.
Akses itu dapat membantu menyempurnakan kebijakan yang ada, merancang strategi baru, dan menemukan solusi efektif terhadap isu-isu seperti kesenjangan, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT), dan reformasi pendidikan guna menuju target negara maju.
Kemudian yang keempat, tak hanya dari aspek kebijakan ekonomi semata, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai bahwa keanggotaan OECD nantinya juga berpeluang meningkatkan penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi dan penghindaran pajak lintas negara karena adanya standar yang diadopsi OECD.
"OECD menjadi prasyarat yang baik bahwa jika ingin menuju pada cita-cita negara maju, perlu adanya persamaan standar global. Indonesia dapat belajar banyak dari OECD terkait bagaimana mempersiapkan struktur ekonomi dan hukum tata kelola yang lebih baik," ujar Bhima.