Jakarta (ANTARA) - Indonesia mengalami reformasi kesehatan yang sangat cepat mulai dari aspek sumber daya manusia hingga teknologi akibat kemunculan pandemi COVID-19 yang menyebar secara merata di seluruh dunia.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan alat-alat yang dulu didatangkan dari luar negeri ternyata bisa diproduksi di dalam negeri secara mandiri.
"Banyak keahlian yang dulu samar-samar, ternyata ada orang-orang yang sebetulnya basisnya sudah ada tinggal penguatan dan mereka muncul menjadi ahli-ahli baru," kata Faisal dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Minggu.
Pada 2 Maret 2020, kasus pertama COVID-19 yang diumumkan di Indonesia. Saat itu ada dua orang yang terinfeksi virus Corona di Depok, Jawa Barat. Mereka adalah seorang ibu berusia 64 tahun dan puterinya yang berusia 31 tahun.
Faisal menerangkan pandemi menyadarkan semua pihak bahwa cara yang selama ini dilakukan baik di tingkat kesehatan masyarakat maupun pelayanan belum memadai.
Ketika krisis itu muncul, orang-orang masih belum siap dan gelagapan tentang bagaimana cara menangani penularan penyakit yang menyerang saluran pernafasan tersebut.
"Kita mendapatkan banyak pelajaran dari pandemi COVID-19 dan kita juga belajar dengan sangat cepat," kata Faisal.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa koordinasi berbagai laboratorium di Indonesia menjadi kian mapan akibat kemunculan pandemi tersebut.
Ketika pemeriksa reaksi berantai polimerase atau PCR belum ada di Indonesia, kata Faisal, Rumah Sakit Yarsi adalah salah satu lembaga kesehatan yang menyediakan alat itu di Jakarta.
Metode pemeriksaan PCR dipakai untuk mendeteksi virus Corona. Bahkan, Rumah Sakit Yarsi yang saat itu baru diresmikan langsung beralih fungsi menjadi rumah sakit COVID-19.
"Kami menangani lebih dari 200 pasien COVID-19. Rumah sakit baru, orang mencari-cari rumah sakit yang bisa, kami pindahkan satu rumah sakit menjadi rumah sakit COID-19," kata Faisal yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Pendidikan Nasional era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Jaringan laboratorium juga dibangun dengan negara-negara maju, seperti Belanda, Australia, maupun Korea Selatan. Hubungan kerja sama lintas negara dalam lembaga global memperkuat kapasitas laboratorium di Indonesia.
Praktik berbasis bukti kian menggelora tidak hanya di kalangan pakar dan ilmuwan, tetapi juga orang-orang yang bekerja di bidang non medis maupun masyarakat secara umum.
Setiap keputusan maupun kebijakan berlandaskan data dan bukti yang menepiskan berbagai keraguan, sehingga orang-orang tidak bertengkar atas perbedaan pendapat karena terbukti secara ilmiah dan atas rekomendasi para ahli.
"Kita belajar banyak dan belajar sangat cepat dari pandemi. It can be done!" pungkas Faisal.