Jakarta (ANTARA Jambi) - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan A Iskandar mengatakan produk buah kelapa belum tergarap secara maksimal, padahal mempunyai nilai ekonomi yang cukup baik.
"Indonesia dikenal sebagai produsen buah kelapa namun sabut kelapanya belum tergarap secara maksimal," kata Marzan A Iskandar usai penandatanganan nota kesepahaman antara BPPT dengan Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) di Jakarta, Kamis.
Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan 10 persen kebutuhan dunia akan serat sabut kelapa dengan produksi sekitar 50 ribu ton per tahun. Secara nasional, potensi sabut kelapa Indonesia baru tergarap sekitar 3,2 persen.
Selama ini, Indonesia masih jaun tertinggal dari Srilanka dan India dalam hal ekspor serat sabut kelapa yang sudah mampu memenuhi sekitar 70 persen kebutuhan dunia.
Untuk itu, BPPT membuat kesepakatan dengan AISKI untuk memanfaatkan sabut kelapa untuk keperluan berbagai kepentingan industri.
BPPT, kata Marzan, telah menawarkan beberapa teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambah sabut kelapa.
Teknologi tersebut antara lain, teknologi produksi biji tumbuh mandiri, teknologi produksi kayu lapis, teknologi produksi briket sabut kelapa untuk bahan bakar dan teknologi produksi pupuk organik sabut kelapa.
Ia menambahkan yang menjadi masalah dalam industri sabut kelapa Indonesia adalah tidak adanya pasar alternatif selain Cina sehingga harga cenderung dipermainkan.(Ant)