Jakarta (ANTARA) -
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh meminta masyarakat memunajatkan doa atas gugurnya 53 awak KRI Nanggala-402 karena ia meyakini bahwa mereka meninggal dalam keadaan syuhada.
"Setiap Muslim yang matinya tenggelam, terlebih dalam tugas negara, merupakan mati syahid. Korban KRI Nanggala-402 yang teridentifikasi sempat shalat berjamaah sebelum berlayar, menjalankan tugas kedinasan, tugas negara, karenanya mereka termasuk syuhada," ujar Asrorun Niam dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.Baca juga: Pengamat ingatkan Pemerintah perlu evaluasi alutsista dimiliki TNI
Baca juga: Presiden menaikkan pangkat 53 prajurit gugur KRI Nanggala-402
Menurut Asrorun, tenggelamnya KRI Nanggala-402 bukan hanya duka bagi keluarga maupun TNI, tetapi seluruh masyarakat Indonesia juga merasakan kehilangan yang sama.
Asrorun juga mengajak seluruh umat Islam untuk menggelar shalat gaib dan mendoakan para korban diberikan tempat yang terbaik di sisi Sang Pencipta.
Ia berharap agar keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan ketabahan atas ujian yang terjadi.
Asrorun juga mengajak masyarakat untuk meringankan duka keluarga dengan memberikan beasiswa bagi anak-anak awak KRI Nanggal-402. "Mari berpartisipasi untuk meringankan duka mereka, termasuk dengan memberi beasiswa bagi putra-putri yang ditinggalkan," katanya.
Sebelumnya, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan 53 awak kapal KRI Nanggala-402 dinyatakan telah gugur.
Kapal selam ini membawa 53 orang yang terdiri dari 49 ABK, seorang komandan satuan, dan tiga personel senjata. Kapal hilang kontak saat komandan pelatihan hendak memberikan otoritas penembakan terpedo.
Panglima mengatakan status KRI Nanggala-402 telah menjadi subsunk (tenggelam) setelah tim pencari melakukan pencarian selama 72 jam.
Baca juga: Awak KRI Nanggala gugur, TNI AL kibarkan bendera setengah tiang
Baca juga: Ketum PP Muhammadiyah serukan shalat ghaib untuk awak KRI Nanggala-402
Sabtu (24/4) adalah pencarian hari ketiga sejak KRI Nanggala-402 dinyatakan hilang kontak pada Rabu (21/4) dini hari di perairan sisi utara Pulau Bali.
Sabtu pagi juga merupakan batas akhir life support (pendukung untuk hidup) berupa ketersediaan oksigen bagi kru KRI Nanggala, yakni 72 jam, jika listrik dalam kapal mati total (black out).