Belum lama ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terpaksa harus mengeluarkan surat edaran yang berisi instruksi tentang penyediaan anggaran pemilu kepala daerah (pilkada) secara serentak Desember 2015.
Kepala daerah dan DPRD yang wilayahnya akan menyelenggarakan pilkada diimbau untuk mengalokasikan anggaran tepat pada waktunya, agar seluruh tahapan dapat dijalankan dengan sukses.
Sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk menyukseskan pilkada serentak tersebut, Mendagri harus mengeluarkan "ancaman" dengan sanksi tertentu jika anggaran itu tidak disiapkan dan dialokasikan tepat waktu.
Namun, apakah semua daerah memiliki kesiapan dan mengindahkan instruksi Mendagri tersebut?
Siapkah Sumut?
Faktor kesiapan tersebut mungkin menjadi salah satu pertanyaan besar bagi kabupaten/kota di Sumut dalam menyukseskan pilkada yang berlangsung di 23 daerah.
Pada minggu pertama bulan Mei 2015, tercatat 12 dari 23 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada secara serentak di Sumut belum mengalokasikan anggaran tersebut.
Hal itu disebabkan kepala daerah di 12 kabupaten/kota tersebut belum menandatangani nota perjanjian hibah daerah (NPHD) yang menjadi dasar utama dalam pencairan anggaran pilkada.
Ke-12 daerah itu adalah Kota Sibolga, Pematang Siantar, Kabupaten Serdang Bedagai, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, Samosir, Simalungun, Karo, Nias Barat, dan Nias Selatan.
Sedangkan 11 daerah yang telah menandatangani NPHD tersebut adalah Kota Medan, Binjai, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Kabupaten Toba Samosir, Asahan, Nias, Nias Utara, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, dan Mandailing Natal.
Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sampai harus "memohon" kepada bupati/wali kota yang belum mengalokasikan anggaran itu agar berkoordinasi dan bersinerji dengan pimpinan DPRD di daerah masing-masing.
"Saya meminta, memohon agar bupati dan wali kota, dan pimpinan DPRD dapat bersinerji agar bisa mengalokasikan anggaran itu di PAPBD," ucap Gubernur.
Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut patut bergembira karena seluruh kabupaten/kota telah menandatangani NPHD tersebut, menjelang akhir Mei 2015.
Anggota KPU Sumut Benget Manahan Silitonga mengaku bangga karena penandatangan NPHD tersebut telah dilakukan, meski menjadi daerah yang paling banyak menyelenggarakan pilkada serentak.
"Di provinsi lain, ada yang belum menandatangani NPHD. Di sini, sudah selesai dan koordinasi berjalan dengan baik," ujarnya.
Meski penandatanganan itu telah dilakukan, tetapi KPU Sumut mencatat adanya tiga daerah yang belum mencairkan anggaran pilkada hingga 2 Mei 2015.
Padahal KPU kabupaten/kota telah menjalankan berbagai tahapan, mulai dari perekrutan PPK dan PPS, sosialisasi syarat pencalonan, termasuk rencana tahapan pendaftaran dari jalur perseorangan.
"Semua sudah meneken, tinggal pencairan. Namun hingga 2 Juni, ada tiga yang belum mencairkan anggaran yakni Pakpak Bharat, Samosir, dan Nias Selatan. Kalau untuk saat ini, saya belum dapat laporan," ungkap Benget.
Angaran pengawasan?
Selesainya penganggaran untuk KPU tersebut belum menjadi jaminan jika Sumut siap menyelenggarakan pesta demokrasi yang dilaksanakan selama lima tahun sekali itu.
Ternyata, hingga 2 Juni 2012, tercatat adanya 12 kabupaten/kota yang menandatangani NPHD untuk jajaran pengawas pilkada.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sumut Syafrida Rasahan mengatakan, 12 daerah yang belum menandatangani NPHD untuk jajaran pengawas itu adalah Kota Medan, Binjai, Sibolga, Tanjungbalai, Kabupaten Toba Samosir, Simalungun, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Humbang Hasundutan, Nias, Nias Utara, dan Pakpak Bharat.
Dengan belum ditandatanganinya NPHD tersebut, pilkada di 12 kabupaten/kota di Sumut itu terancam tanpa adanya pengawasan.
Hal itu disebabkan jajaran pengawas sulit menjalankan tugasnya dalam mengawasi seluruh tahapan pilkada, tanpa adanya penandatangan NPHD tersebut.
Padahal, tahapan pilkada telah mulai dijalankan, bahkan hampir memasuki tahapan pencalonan, baik dari jalur perseorangan mau pun dukungan parpol.
Meski demikian, Bawaslu Sumut masih menunggu kepastian penandatanganan NPHD dari 12 pemkab/pemkot di Sumut tersebut hingga 5 Juni 2015. Jika hingga batas waktu itu belum juga ditandatangani, kemungkinan tidak ada pengawasan di daerah itu.
Secara institusi, Bawaslu dan jajaran memang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi seluruh pilkada sesuai amanat UU. Namun, Bawaslu tidak akan dapat menjalankan fungsi pengawasan tersebut jika tidak didukung anggaran yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten (Pemkab) maupun pemerintah kota (Pemkot).
"Pengawas pemilihan sudah menyatakan sumpah dan janji untuk mengawasi seluruh tahapan. Namun, apakah bisa dilakukan tanpa ketersediaan anggaran," ujarnya, mempertanyakan.
Berdasarkan UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU dengan jajarannya dan Bawaslu dengan jajarannya adalah satu kesatuan dalam fungsi penyelenggaraan Pemilu.
Melalui pertimbangan tersebut, pilkada yang diselenggarakan tanpa fungsi pengawasan dapat dianggap sebagai kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan UU.
Lalu, sudah siapkah Sumut menyelenggarakan pilkada secera serentak di 23 kabupaten/kota? Mungkin setengah siap. Atau bisa jadi "penyakit" bangsa ini selalui menghinggapi, yaitu jelang hari "H" dipacu untuk siap ngak siap harus terlaksana. (Ant)