Jakarta (ANTARA Jambi) - Studi tahunan "MasterCard Global Destination Index" mengeluarkan hasil bahwa kota-kota di Asia masih mendominasi sebagai kota yang menjadi sasaran pariwisata secara global, namun tidak ada dari sepuluh kota besar itu ada di Indonesia.
Sebagaimana ditunjukkan studi Mastercard itu, kota-kota di Asia menguasai setengah dari 10 negara teratas tujuan wisata yang paling sering dikunjungi.
Kelima kota yang masuk dalam sepuluh besar indeks tujuan pariwisata global itu adalah Bangkok (Thailand), Singapura, Kuala Lumpur (Malaysia), Seoul (Korea Selatan), dan Hong Kong.
Bangkok masih mempertahankan posisinya di nomor dua dengan jumlah 18,24 juta pengunjung internasional dan semakin dekat dengan kota yang menduduki peringkat teratas, yakni London.
Selain sepuluh kota destinasi pariwisata terbanyak, ada pula daftar sepuluh kota dengan pertumbuhan jumlah pengunjung tercepat selama enam tahun terakhir, dan hampir seluruh kota di antaranya juga berada di Asia.
Menariknya pula, dari banyak kota dengan pertumbuhan jumlah pengunjung tercepat seperti Kolombo (Sri Lanka), Chengdu (Tiongkok), dan Abu Dhabi (Uni Emirat Arab), tidak ada kota-kota dari Indonesia yang juga berada dalam daftar sepuluh kota tersebut.
Padahal, Presiden MasterCard Asia Tenggara Matthew Driver mengatakan, pariwisata telah tumbuh menjadi sumber pendapatan dan lapangan kerja yang penting bagi banyak negara di Asia.
"Hal ini mencerminkan daya tarik negara-negara di Asia yang terus berkembang, dan hal ini dimotori oleh negara-negara yang berkembang pesat, yakni ASEAN, China dan India," kata Matthew Driver.
Ia juga mengatakan bahwa seiring dengan persaingan negara-negara dalam menarik wisatawan dan memberikan pengalaman terbaik kepada para pengunjung, hal ini diyakini akan menjadi kunci bagi pemerintah dan departemen pariwisata setempat untuk turut berinvestasi dalam perkembangan infrastruktur sebuah kota.
Inovasi dan investasi
Sementara itu di Indonesia, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan lokasi turisme yang tersebar luas di berbagai daerah di Tanah Air dan menarik banyak wisatawan mancanegara juga harus memiliki inovasi guna mengembangkannya serta menarik investasi ke dalam daerah wisata itu.
"Turisme upaya yang paling mudah (menarik investasi) karena tidak membutuhkan modal besar," ucap Jusuf Kalla saat memberikan kata sambutan dalam acara "Indonesia Attractiveness Award 2015" di Jakarta, Jumat (12/6) malam.
Menurut Jusuf Kalla, turisme tidak membutuhkan modal besar antara lain karena modal utamanya telah diberikan secara cuma-cuma oleh Tuhan yaitu pemandangan alam yang indah dan perilaku keramahtamahan warga di sekitar lokasi wisata.
Untuk itu, ujar dia, hal yang perlu dilakukan guna mengembangkan pariwisata adalah menemukan inovasi. Apalagi banyak spot wisata yang mungkin lazim ditemui di Indonesia tetapi sangat menarik bagi orang asing yang baru datang ke Nusantara.
"Banyak spot wisata di sini ditemukan orang asing, karena daya tarik itu berbeda-beda. Laut biru dan karang kita pikir biasa, tetapi bagi orang barat itu menarik," imbuhnya.
Karena itu, Jusuf Kalla mengingatkan bahwa terkadang hal-hal yang sepele bagi kita ternyata dapat menarik bagi orang luar. "Jadi dibutuhkan inovasi suatu pengelolaan dan juga diperlukan promosi," katanya.
Wapres juga mengemukakan bahwa semua daerah yang menginginkan ada pertumbuhan ekonomi dan penambahan lapangan kerja tentu membutuhkan investasi dan kegiatan jasa seperti turisme.
"Daerah itu harus menarik dari segi usaha dan keindahan sehingga wajar untuk dikunjungi," jelasnya.
Senada dengan Wapres, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani mengemukakan, pengembangan sektor pariwisata perlu lebih digalakkan di daerah yang memiliki keunggulan dalam mendatangkan wisatawan karena dinilai lebih murah dibandingkan dengan pengembangan sektor industri manufaktur.
"Untuk bangun industri, apalagi manufaktur, perlu waktu dan anggaran yang besar. Tapi, kalau pariwisata sudah ada, sudah menjadi milik kita," tutur Rosan Roeslani.
Menurut dia, berbagai daerah yang memiliki keunggulan dalam pariwisata tinggal menyiapkan sarana-prasarana pendukung dan mengelolanya dengan baik.
Rosan mengingatkan bahwa menurut proyeksi pemerintah, pada tahun 2019 sektor pariwisata akan menjadi sumber terbesar devisa negara. "Infrastruktur pendukung sektor wisata pun perlu dibangun. Salah satunya adalah pelabuhan berstandar internasional yang bisa disandari oleh kapal-kapal pesiar dari luar negeri," imbuhnya.
Waketum Kadin mencontohkan, pemandangan laut dan pantai di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terkenal indah berpotensi menjadikan sektor pariwisata sebagai motor ekonomi bagi provinsi tersebut.
"NTT bukan hanya di atas lautnya, pantainya, perikanannya, tapi di dalam lautnya juga sangat kaya dan indah," tambahnya.
Untuk itu, ujar dia, Provinsi NTT perlu memacu pertumbuhan ekonominya dengan menjadikan pariwisata sebagai motor pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut.
Rosan berpendapat, bagi para penyelam di seluruh dunia ada dua tempat tujuan utama di Indonesia, yaitu Raja Ampat di Papua dan Labuan Bajo di NTT.
"Sebagai pencinta 'diving' (selam), saya sangat mengenal alam bawah laut NTT," katanya dan menyayangkan, potensi itu belum dikelola dengan baik.
40 juta orang
Potensi yang belum terkelola dengan baik itu sangat disayangkan terlebih mengingat CEO Grup AirAsia Tony Fernandes percaya bahwa Indonesia yang memiliki tempat wisata menarik di berbagai lokasi dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hingga sekitar 40 juta orang per tahun.
"Saat ini Indonesia kedatangan sekitar 10 juta orang, namun kami percaya Indonesia dapat menarik hingga sekitar 40 juta orang," kata Tony Fernandes setelah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (9/6).
Tony Fernandes menyebutkan bahwa pihaknya melalui perusahaan penerbangan jarak jauh AirAsia Indonesia X ingin membuka rute jarak jauh lainnya dari Indonesia ke sejumlah negara lain seperti Republik Rakyat Tiongkok dan India.
Ia juga mengungkapkan, pihaknya telah bertemu antara lain dengan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk membicarakan terkait hal tersebut.
Pemerintah Indonesia, ujar dia, telah menerapkan kebijakan yang bagus dengan menghapus biaya visa sejumlah negara, namun hal tersebut dinilai perlu dilanjutkan dengan menambah lebih banyak rute penerbangan langsung ke Indonesia.
"Harus lebih banyak penerbangan langsung ke Indonesia sehingga lebih banyak lagi yang datang (ke Indonesia)," cetusnya.
CEO Grup AirAsia juga menyatakan, Indonesia merupakan negara yang indah tetapi dunia ini juga bersifat sangat kompetitif dan memiliki tingkat persaingan yang tinggi dalam menjaring turis.
Apalagi berbagai pendapat yang telah disebutkan di atas juga menyentakkan kesadaran kita semua bahwa turisme atau pariwisata sebenarnya adalah industri yang bermodalkan tidak banyak.
Namun, bila dapat dikembangkan dengan baik oleh berbagai pihak pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan swasta, maka akan banyak efek keuntungan yang berlipat ganda yang bisa diterima. (Ant)