Jambi, Antarajambi.com - Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, Rudi Syaf mengatakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) atau Perhutanan Sosial (PS) bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan kemandirian desa di sekitar kawasan hutan.
"Perhutanan Sosial merupakan skema pengelolaan hutan yang dilakukan dari masyarakat, untuk dan oleh masyarakat. Sehingga tercipta kemandirian desa di sekitar hutan," katanya saat workshop nasional dengan tema Integrasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) melalui Alokasi Dana Desa, di Jambi, Selasa.
Menurutnya dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama, kegiatan Perhutanan Sosial diyakini bisa menjadi instrumen resolusi konflik, peningkatan kesejahteraan dan pelestarian hutan.
Namun hingga saat ini, pemahaman masyarakat atau stakeholder terkait Perhutanan Sosial itu katanya masih belum seragam.
"Dengan kegiatan ini mudah-mudahan kita bisa mensinergikan kekuatan dan pemahaman, apa itu Perhutanan Sosial, dan bagaimana mengembangkannya untuk kesejahteraan masyarakat desa," ujarnya.
Wakil Direktur KKI WARSI, Adi Junedi menjelaskan, Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat, atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
Saat ini katanya, ada tiga provinsi di Pulau Sumatera yang sedang gencar menerapkan skema Perhutanan Sosial itu, yakni Sumatera Barat, Jambi dan Bengkulu.
"Hingga tahun 2017, skema Perhutanan Sosial yang sudah mendapat legalitas di tiga provinsi ini masing-masing terdiri dari 204.000 hektare di Sumatera Barat, 108.930 hektare di Jambi dan 46.676 hektare di Bengkulu," kata Adi.
Namun berdasarkan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) masih ada target perluasan Perhutanan Sosial di masing-masing provinsi itu. Yakni 766.420 hektare di Sumatera Barat, 229.322 di Jambi dan 107.252 hektare di Bengkulu.
Sejauh ini, lanjutnya, penerapan skema PHBM atau Perhutanan Sosial itu dalam pengelolaan kawasan hutan diyakini bisa menjadi alternatif strategis dalam menangani berbagai persoalan kehutanan yang sering terjadi. Seperti konflik tenurial, kerusakan hutan, keamanan hutan, kemiskinan masyarakat di sekitar hutan dan berbagai problem lingkungan lainnya.
Menurutnya, dalam Permen LHK No 83/2016 diamanatkan bahwa kegiatan Perhutanan Sosial bisa didukung melalui Dana Desa. Kemudian dalam Permendes 4/2017 juga disebutkan bahwa dana desa bisa dialokasikan untuk pembangunan kehutanan dalam wilayah desa.
"Tetapi masalahnya di tingkat tapak operasional tentang peraturan tersebut belum bisa dijalankan secara maksimal. Kendalanya adalah masih ada beragam tafsir yang menyebabkan adanya keraguan para pengambil kebijakan di daerah, untuk mengintegrasikan program Perhutanan Sosial ke dalam RPJMDes," katanya menjelaskan.
Sementara itu, Tenaga Ahli Dirjen Kemendesa PDTT/Pokja Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Penerima TORA, Muhammad Nur Udin yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan, dalam penggunaan dana desa untuk kegiatan Perhutanan Sosial, rencana itu terlebih dahulu harus dimasukkan ke dalam RPJMDes, jika belum tercantum dapat dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPD).
"Sebab dana desa ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Sehingga penggunaannya tidak boleh bertolak belakang dengan tujuan tersebut," katanya.
Terkait rencana desa untuk melakukan integrasi Perhutanan Sosial dengan dana desa, hal itu menurutnya bisa saja dilakukan asalkan ada program unggulan yang ingin dilakukan oleh pihak desa di sektor tersebut.
"Misalnya dengan menggandeng koperasi atau usaha tani yang sudah berhasil melakukan pemasaran yang kemudian diajak bergabung dalam kelompok tani hutan di Bumdesa," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintahan Jokowi-JK telah menetapkan target pengembangan Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta hektare dalam kurun waktu 5 tahun (2014-2019) sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).(Ant)