Yogyakarta, (Antaranews Jambi) - Pada sesi pertama diskusi panel Sidang Umum ke-35 Dewan Perempuan Internasional (ICW) diwarnai dengan penyampaian peran perempuan dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang energi dan transportasi.
Tokoh yang pertama tampil adalah Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, yang berpendapat bahwa peran perempuan di ranah publik hanya bisa dibuktikan melalui kerja nyata di mana pun dia berkarya.
"'Seeing is believing', kepercayaan tidak bisa dipaksakan jika kita tidak punya bukti. Jadi apapun peran kita mari kita jalankan sebaik-baiknya, tunjukkan bahwa kita pemimpin bagi seluruh jajaran perusahaan," katanya.
Pernyataan Nicke tersebut menjadi jawaban akan tantangan yang ia hadapi dalam menjalankan tugasnya sebagai dirut pada perusahaan yang penuh dengan kesan maskulin karena pekerjaan yang digeluti didominasi pria.
Dengan lingkungan perusahaan demikian, serta peran alamiah sebagai seorang ibu, Nicke ingin menunjukkan bahwa perempuan tidak patut untuk diremehkan.
"Saya ingin kita mengerti bahwa kita lebih kuat dari laki-laki, terbukti kita melahirkan, menyusui, kita lebih kuat tahan tidak tidur berhari-hari karena harus menyusui dan mengurus anak. Di kantor pun kita bisa berperan dengan baik di manapun kita berada," katanya.
Menurut Dirut Pertamina perempuan kedua ini, dalam bidang pekerjaannya yang mayoritas pria menuntut perempuan harus berusaha dua kali lebih baik dari pria sehingga bisa dikatakan sejajar.
"Kalau untuk sejajar kita harus beprestasi minimal dua kali saja baru kita bisa sejajar. Kalau ingin berprestasi harus empat atau enam kali, dan baru orang percaya," ujar dia.
Peran perempuan di bidang BUMN energi tidak berhenti sampai di situ. Direktur Utama PT Indonesia Power Sripeni Inten Cahyani, juga harus bekerja dalam lingkungan yang didominasi oleh kaum pria.
Sebagai pimpinan yang berorientasi pada inovasi dan pengabdian kepada negeri, dia mengaku memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dengan penuh semangat, berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Kedua lokasi ini, rasio elektrifikasinya masih kurang dari 50 persen alias dalam zona merah, katanya.
Meski pun perempuan menjadi kaum minoritas di PT Indonesia Power, Peni optimistis mampu mencapai target yang telah ditetapkan.
"Kaum perempuan hanya 18 persen, sedangkan di daerah-daerah berkisar antara enam hingga 20 persen. Tetapi, kami tetap bekerja dengan optimal untuk memastikan elektrifikasi di setiap wilayah," katanya.
Hingga saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia sudah mencapai sekitar 97 persen dan ditargetkan pada 2025 sudah mencapai 100 persen.
Namun dia menargetkan bisa mencapai target 100 persen elektrifikasi satu tahun lebih cepat atau pada 2024.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Pelayanan PT Angkasa Pura I Devy Suradji menyinggung peran wanita dalam menggalakkan pariwisata daerah.
Sebagai BUMN yang bertugas mengelola bandara, Devy mengatakan Angkasa Pura tidak hanya berusaha membangun pelabuhan udara untuk meningkatkan konektivitas antarpulau, tetapi juga membangun tujuan wisata.
Dia yakin para ibu lebih mengerti potensi di daerah masing-masing, karena Indonesia tidak hanya memiliki keindahan alam, tetapi juga kekayaan budaya.
Dari sisi Angkasa Pura, Devi mengatakan pihaknya terus meningkatkan fasilitas dan pelayanan di bandara untuk membuat para penumpang dan pelancong merasa nyaman sejak mendarat di suatu daerah.
"Kalau sudah begitu, pengunjung juga akan bahagia untuk menjelajahi daerah ibu, belanja produk-produk yang ibu buat, dan mencicipi kuliner yang ibu masak," katanya, mendorong para peserta untuk turut berperan aktif.
Untuk mendorong peningkatan jumlah kedatangan di suatu tujuan wisata, Devy mengatakan Angkasa Pura bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk memberikan insentif bagi maskapai yang memiliki rute penerbangan ke suatu daerah.
Lain lagi dengan Ira Puspadewi yang kini menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan tertinggi di PT ASDP Indonesia Fery. Dia mengaku bangga menjadi nakhoda di perusahaan tersebut.
Kebanggaan yang ia rasakan, antara lain setiap tahun selalu saja ada perempuan atau ibu hamil yang terpaksa melahirkan di kapal saat akan menuju fasilitas kesehatan tertentu, karena jarak tempuhnya cukup jauh dan lama yang bisa memakan waktu hingga 30 jam.
Karena kejadian tersebut cukup sering, Ira bahkan menyebut bahwa seluruh kru kapal sudah terlatih membantu persalinan di kapal.
"Hal ini yang membuat kami merasa bangga, apalagi hampir semua anak yang dilahirkan di kapal selalu diberi nama sesuai dengan nama kapal yang dinaiki meskipun terkadang arti namanya kurang 'nyambung'," katanya.
Kebanggaan lain yang dirasakan Ira adalah beroperasinya kapal pengangkut ternak untuk membawa sapi dari Nusa Tenggara Timur ke Jakarta.
"Kapal pengangkut ternak ini sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk memenuhi standar kesejahteraan hewan. Misalnya dilengkapi dengan pendingin udara," katanya.
Oleh karena itu, kata Ira, "tagline" perusahaan "We Brigde the Nation" adalah hal yang tepat untuk menggambarkan peran perusahaan yang dipimpinnya.
Saat ini, ASDP mengelola 150 kapal dan lebih dari 220 rute perjalanan atau yang terbanyak di dunia dan setiap tahun mengangkut sekitar 6,5 juta kendaraan.
Meski berbeda bidang, namun visi perusahaan selalu mempertimbangkan unsur wilayah terluar, tertinggal, terdepan (3T).