Jakarta (ANTARA) - Sulit untuk memisahkan Float dengan "Sementara" sebagai nomor yang paling wajib dibawakan dalam tiap penampilan band yang kini telah genap berusia 15 tahun itu.
"Gua kadang suka kepikiran juga apa yang bikin kita meledak," kata Hotma Roni Simamora di Perkemahan Bungbuay, Situ Gunung, Sukabumi, Minggu (3/11), sehari setelah pesta peluncuran album Time (2019).
Hotma Roni merupakan vokalis cum gitaris Float yang 27 tahun lalu menciptakan "Sementara", mengubah liriknya dua tahun kemudian, dilantunkan secara komersial sejak 2007, sebelum lagu itu turut menjadi batu pijakan banyak musisi menuju tangga kesuksesan, maupun nomor andalan bagi mereka yang lebih suka menghadapi kamera dari dalam kamar tidurnya sendiri.
"Momennya pas kapan ya, orang-orang tiba-tiba tahu Float. Orang tiba-tiba sing a long 'Sementara'," katanya lagi.
Sebab, dalam ingatan pria yang akrab disapa Meng itu, album "Musik For 3 Hari Untuk Selamanya" (2007) yang dirilis untuk film "3 Hari Untuk Selamanya" (2007) tak pernah mencantumkan "Sementara" sebagai bagian dari strategi promosi film arahan Riri Riza yang diproduseri Mira Lesmana itu.
Kala itu "3 Hari Untuk Selamanya" dan "Pulang" jadi lagu yang lebih banyak dikenal. Lagu pertama dipromosikan sebagai nomor yang menggunakan judul film itu sendiri, sedangkan yang kedua sebelumnya telah dikenal di kalangan pendengar Float karena tercantum dalam EP "No-Dream Land" yang sempat mereka rilis pada Januari 2005.
Ingatan Meng kemudian jatuh kepada satu acara pementasan Konser #KoinSastra, sebuah konser amal pengumpulan donasi yang mengkampanyekan penyelamatan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Dari atas panggung Bentara Budaya Jakarta, Meng dan rekan-rekannya dibuat terpukau ketika memainkan "Sementara" dan suaranya tenggelam dalam koor bait demi bait lirik yang dilantunkan para penonton.
"Kami main di situ dan pas 'Sementara' orang-orang sing a long. Itu pertama kalinya. Gua mikir, orang tahu dari mana ya? Gila," kata Meng.
Hanya saja, Meng cuma bisa mengingat momen pertama kali "Sementara" menjelma menjadi anthem bagi para pendengar Float, namun ia hingga kini tak bisa menemukan jawaban apa yang membuat lagu itu terpilih jadi nomor koor andalan para Floatmates.
Nyaris tercecer
Entah berapa banyak entry yang bisa Anda temukan tiap kali mengetikkan kata kunci "arti lagu Sementara Float" di kolom mesin pencarian Google. Belasan, puluhan atau mungkin ratusan.
Dari atas panggung Perkemahan Bungbuay pada Sabtu (2/11) malam, Meng menyatakan itu lagu tentang mimpi. Pun demikian, pernyataannya tidak akan bisa menghentikan diskusi mengenai pemaknaan "Sementara" di dunia maya.
Perkara pemaknaan bukan hak prerogatif Meng untuk menjelaskannya, namun hak cipta persoalan lain. Vokalis Fourtwnty, Ari Lesmana, kerap menjadi "terduga" pencipta "Sementara" oleh segelintir penikmat baru lagu yang diciptakan Meng sejak 1992 itu.
Bagi Meng, hal itu hanya menjadi bahan olok-olokan tiap kali ia berada di atas panggung dan memainkan salah satu karya terbaiknya yang usianya lebih tua dari Float sendiri.
Di luar perdebatan soal pemaknaan dan penciptaan, satu hal yang tak banyak orang tahu adalah fakta bahwa "Sementara" nyaris tercecer dari album "Music For 3 Hari Untuk Selamanya".
Menurut Meng, ketika Float sudah mengajukan 10 materi untuk musik latar film tersebut, Mira Lesmana sempat meminta ada satu lagu yang berjudul "3 Hari Untuk Selamanya" demi menyamai judul filmnya.
"Tapi karena harus ada lagu berjudul 3 Hari Untuk Selamanya dan dia mau mempertahankan 10 track, harus ada yang keluar," kata Meng.
"Dan yang dicalonin buat keluar itu 'Sementara'. Mbak Mira pilihnya 'Sementara'," kenang Meng.
Meng memilih untuk mengubah lirik "Biasa" sekaligus judulnya menjadi "3 Hari Untuk Selamanya" demi memenuhi keinginan Mira Lesmana sembari menyelamatkan keberadaan "Sementara" di dalam album tersebut.
Adegan usul Mira Lesmana mencoret "Sementara" dari daftar musik latar "3 Hari Untuk Selamanya" masih tersimpan baik di dalam salah satu kaset maupun file sebagai bagian kebiasaan Meng kala itu merekam tiap pertemuan menggunakan handycam.
"Ada tuh. Ada bagian Mbak Mira ngomong, 'iya lagu ini ironis banget Meng. Judul filmnya 3 Hari Untuk Selamanya, lagunya Sementara'," tutur Meng.
Namun, nyatanya, "Sementara" menjelma menjadi nomor magis yang tak boleh dilewatkan bagi penggemar Float tiap menyaksikan Meng dan teman-temannya tampil di atas panggung.
"Ternyata salah satu adegan yang paling disorot penontonnya itu ya pas diiringi 'Sementara', karena ibaratnya pas puncaknya itu kan. Malah bisa jadi gimmick, dan itu relevan dengan adegannya," kata Meng lagi.
Apa jadinya jika "Sementara" tak menjadi musik pengiring adegan sepasang sepupu Yusuf (Nicholas Saputra) dan Ambar (Adinia Wirasti) tengah bercinta di hari pernikahan salah satu saudaranya?
Yang pertama, tentu sulit menemukan lagu secocok "Sementara" untuk mengiringi adegan percintaan Yusuf dan Ambar. Kedua, sudah pasti adegan koor "Sementara" tidak akan ada dalam panggung Float. Ketiga, bukan tak mungkin tak akan ada lagu yang menaikkan nama Ari Lesmana atau mengabadikan nama Float.
Nyaris bubar permanen
Menyebut nama Float sebagai sebuah entitas abadi mungkin berlebihan. Sebab, Float setidaknya sudah dua kali dalam keadaan vakum, jika tak mau disebut bubar.
Diakui Meng, ketika Float menggarap album "Music For 3 Hari Untuk Selamanya" (2007), band itu sebetulnya tengah berada dalam kondisi bubar. EP "No-Dream Land" resmi dilempar ke pasaran pada Januari 2005 dan Februari setahun berselang Float bubar, karena sulitnya Meng berkumpul dengan gitaris Windra "Bontel" Benyamin dan basis Raymond "Remon" Agus Saputra.
Hanya saja, sebelum Float memutuskan bubar, mereka sudah terikat janji bakal membantu Mira Lesmana dalam penggarapan musik latar untuk film "3 Hari Untuk Selamanya" (2007). Medio November 2005, Mira Lesmana menyaksikan salah satu penampilan Float di sebuah kafe di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, dan segera menawarkan kesempatan untuk proyek "3 Hari Untuk Selamanya" yang disepakati oleh seluruh personel Float kala itu.
Ketika Mira menghubungi kembali soal kelanjutan proyek tersebut, Meng hanya bisa menjawab bahwa Float sudah tidak ada dan bubar.
"Masa lo enggak mau kasih sesuatu sih buat pendengar lo? Paling enggak, setelah album soundtrack ini lo bubar terserah deh, tapi biarin gua memproduksi ini dan ditempel di kerjaan kita," demikian Meng menirukan bagaimana Mira membujuknya untuk menaati janji menggarap musik latar "3 Hari Untuk Selamanya".
Maka sepakatlah Meng, Bontel dan Remon untuk bekerja bersama lagi demi merampungkan janji ketiganya kepada Mira Lesmana, setidaknya sementara sampai album "Musik For 3 Hari Untuk Selamanya" (2007).
Siapa sangka keputusan untuk menepati janji menjadi pembuka jalan bagi musik Float lebih banyak dikenal khalayak. Meski hal itu diakui Meng masih tetap menyisakan tanda tanya besar sebab "3 Hari Untuk Selamanya" tak begitu lama diputar di bioskop, namun laiknya film-film "cult" yang punya pengikut setelah tak tersedia di pasar, "3 Hari Untuk Selamanya", "Music For 3 Hari Untuk Selamanya" dan tentunya Float menjadi tengara yang terus diziarahi oleh para penikmatnya di tiap kesempatan.
"Pasti dia (Mira Lesmana) salah satunya juga, dari sekian banyak orang yang gua temuin dan ngasih energi positif. Tapi kalau ngomong skala impact-nya segede apa, gua enggak tahu deh," kata Meng mengenang "jasa" Mira Lesmana menghidupkan kembali Float.
Momen bubar kedua Float terjadi medio 2008, ketika lagi-lagi Meng dan Bontel tak menemui kata sepakat. Bak sebuah lingkaran setan, insiden itu terjadi hanya beberapa saat sebelum Float sepakat untuk membantu Mira Lesmana mengisi musik latar "Laskar Pelangi" (2008).
Alih-alih terjebak dalam siklus yang berulang, Meng memilih untuk menggarap "Waltz Musim Pelangi" sendirian hingga nomor itu masuk ke dalam album "Laskar Pelangi - Songs Inspired By" (2008). ketika disodori pertanyaan oleh Mira Lesmana perihal kepada siapa kredit lagu itu akan dialamatkan, Meng tetap memilih Float ketimbang Hotma Roni.
"Gua bilang Float lah. Float bayi gua. Masa udah lahir gua tinggalin. Itu pertama kalinya gua kerja sendirian dan tetap mengusung nama Float," kenang Meng.
Meng menampik anggapan bahwa Float adalah alter ego dari Hotma Roni Simamora. Pun demikian, ia tak mau mencegah jika orang-orang berpikir demikian.
Baginya, Float tetaplah sebuah band dan proyek bermusik kolektif yang hanya hidup ketika seorang Hotma Roni Simamora mendapat dukungan baik itu dari mereka yang bergabung memainkan alat musiknya maupun khalayak yang setia memutar lagu-lagunya.
"Kalau nggak ada mereka mah enggak bisa gua ada di sini, di titik ini, tanpa mereka semuanya, termasuk Bontel dan Remon lah," ujarnya.
Bongkar pasang personel terus terjadi dan kini Meng ditemani David Q. Lintang (gitaris), Binsar Tobing (basis) dan Timur Segara (drummer) menggawangi Float.
Dari Perkemahan Bungbuay, Situ Gunung, Sukabumi, Float menggelar pesta perilisan album "Time" yang separuh isinya merupakan lagu-lagu dari "Music For 3 Hari Untuk Selamanya" yang diaransemen ulang serta sejumlah materi yang dikerjakan dalam jatuh bangun Meng mempertahankan band tersebut.
Kisah Meng dan jatuh bangunnya menghidupi nama Float seolah ia tengah menjalani kisah yang tersirat dalam "Sementara", menjaga keseimbangan agar tak terjatuh, melupakan rindu akan masa-masa indah dan menikmati setiap lara yang terselip di antaranya.
"Gua suka kali ya. (Float) itu kayak anak gua aja sih, gua rasanya enggak ada alasan buat ninggalin ini. Itu doang sih," tutup Meng.
Float, "Sementara" dan kenyarisan
Sabtu, 9 November 2019 16:22 WIB