Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama unit kepala daerah yang mewakili 20 provinsi menandatangani pakta integritas untuk menyepakati komitmen bersama dalam upaya mencegah perkawinan anak.
Ia mengatakan perkawinan anak mengancam pemenuhan hak-hak dasar anak untuk mendapatkan pengasuhan yang layak.
Perkawinan anak juga membatasi anak untuk memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan serta hidup bebas dari kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya.
Baca juga: KPPPA: Tingginya perkawinan anak dipengaruhi faktor budaya
"Lebih jauh lagi praktik perkawinan anak juga memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat dan generasi masa depan," katanya.
Anak perempuan, katanya, secara fisik belum siap untuk mengandung dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko angka kematian pada ibu dan anak, komplikasi kehamilan dan keguguran serta kelahiran bayi dengan berat badan rendah.
Kemudian, ketidaksiapan secara mental karena usia yang masih muda juga meningkatkan risiko perceraian dan pemberian pola asuh yang tidak tepat pada anak.
Oleh karena itu, perlu upaya bersama mulai dari negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua untuk bersama-sama melindungi anak dari perkawinan di usia anak, ujarnya.
Melalui penandatanganan pakta integritas bersama 20 unit kepala daerah tersebut, ia berharap pernikahan anak yang saat ini masih tinggi dapat diturunkan.
Melalui komitmen bersama yang ditandatangani oleh 20 Provinsi yang mencatatkan angka perkawinan tinggi di atas rata-rata nasional itu, Menteri PPPA optimistis dapat menurunkan angka perkawinan anak dari 11,2 persen pada 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir 2024.
Baca juga: MA sedang siapkan peraturan untuk pencegahan perkawinan anak