Jakarta (ANTARA) - Indonesia memilih abstain atau tidak menentukan sikap dalam pemungutan suara terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang diusulkan Amerika Serikat (AS) mengenai perpanjangan embargo senjata di Iran.
Menurut Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI Grata Endah Werdaningtyas, Indonesia mengambil posisi abstain karena menilai rancangan resolusi yang diajukan AS tidak sejalan dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau dikenal dengan kesepakatan nuklir Iran.
Rancangan itu juga, menurut Indonesia, tidak akan efektif mengatasi masalah nonproliferasi serta isu stabilitas keamanan di Kawasan Teluk.
Baca juga: Upaya AS di PBB untuk memperpanjang embargo senjata Iran terganjal
“Bagi Indonesia, implementasi Resolusi DK PBB 2231 dan JCPOA secara menyeluruh merupakan satu-satunya cara yang efektif dalam memastikan program nuklir Iran hanya untuk tujuan damai,” kata Grata saat dihubungi ANTARA, Sabtu.
Karena itu, Indonesia meminta Iran dan seluruh negara pihak lainnya pada JCPOA untuk menjalankan komitmennya secara penuh dan efektif.
Indonesia juga menyesalkan langkah AS untuk keluar dari kesepakatan tersebut.
“Indonesia mendorong agar negara pihak pada JCPOA dapat menyelesaikan isu kepatuhan implementasi melalui mekanisme yang telah diatur dalam kesepakatan dimaksud, dalam hal ini melalui Dispute Resolution Mechanism (DRM),” ujar Grata.
Baca juga: Menlu Iran menyeru AS kembali pada kesepakatan nuklir 2015
Sebagai Presiden DK PBB untuk bulan Agustus 2020, Indonesia akan memfasilitasi berbagai usulan rancangan resolusi yang disampaikan negara DK PBB, dengan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan semua negara anggota DK dan pihak terkait lainnya.
Setelah rancangan resolusi yang diajukannya ditolak oleh mayoritas anggota DK, AS dapat menindaklanjuti langkahnya untuk memicu kembali semua sanksi PBB terhadap Iran dengan menggunakan ketentuan dalam perjanjian nuklir, yang dikenal sebagai snapback, meski Presiden Donald Trump telah hengkang dari perjanjian tersebut pada 2018.
Para diplomat mengatakan AS dapat melakukan langkah itu paling cepat pekan depan, namun bakal menghadapi tentangan yang berat.
Sementara itu, Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi memperingatkan AS agar tidak memicu pemberlakuan kembali sanksi PBB terhadap Teheran.
Baca juga: Sektor obat-obatan Iran jadi korban sanksi AS
RI usung tema terorisme pada Presidensi DK PBB 2020