Jambi (ANTARA) - Kelompok Tani Sungai Landai Bersatu (SLB) dan masyarakat Tanjung Pauh membantah terkait dengan adanya pengakuan sekelompok orang yang memiliki sertifikasi tanah di area izin Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Wira Karya Sakti (WKS) yang berada di Desa Lubuk Mandarsah, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Arbai, Ketua Kelompok SLB melalui keterangan resminya yang diterima, Kamis yang menyatakan, bahwa dirinya ingin meluruskan bahwa tidak ada sertifikat tanah atau lahan di kawasan hutan yang sekarang menjadi areal kerja PT Wira Karya Sakti dan pengakuan itu hanya sekedar isu yang mengiming-iming masyarakat untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Proses sertifikat lahan disebutnya masih hanya sebuah permohonan. Hal itu dinilai banyak kekeliruan terkait dengan tata cara permohonan maupun syaratnya dan menurut Arbai, program Tanah Objek Reforma Agraria (Tora) yang dicanangkan pemerintah sering dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang.
"Permohonan sertifikat atau Tora bukan sekedar disampaikan ke Presiden tetapi juga dengan persetujuan Pemerintah Daerah dengan merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 86/2018 tentang Reforma Agraria," kata Arbain.
Semantara itu, Arbai juga menapis isu terkiat dengan pekerjaannya saat ini selaku kontraktor di PT. WKS. ‘’Soal pekerjaan saya tidak ada hubungannya dengan penyelesaian konflik, saya tetap independen dan pro rakyat. Yang saya lakukan cuma ingin mencari tambahan nafkah,’’ katanya.
Sementara itu pendamping masyarakat Kelompok Tani SLB, Bhaza Tulo menegaskan bahwa isu sertifikasi lahan hanya upaya dari sekelompok orang untuk mengganggu program Perhutanan Sosial yang diajukan oleh masyarakat yang berhak dengan perusahaan pemegang konsesi.
"Perjuangan petani untuk mendapatkan akses legal berupa Kemitraan Kehutanan Perhutanan Sosial ini sudah berlangsung tiga tahun ini. Ini proses panjang sejak tahun 2018 dan telah dilakukan verfikasi teknis terkait petaninya maupun lahan garapannya," kata Bhaza Tulo yang juga aktifis agraria tersebut.
Jadi, sambungnya, keberadaan Kelompok Tani SLB justru yang diakui secara sah, karena sudah pernah diverfikasi baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun oleh perusahaan pemegang konsesi.
"Sejak 2018, kami diminta pengurus dan anggota Kelompok Tani SLB menjadi pendamping dan penasehat dengan SK-nya dari Pemerintah Desa dan pendamping yang sah sedangkan yang lain hanya sebatas pengakuan saja," kata Bhaza Tulo.
Adanya keberatan dari Kelompok Tani Serikat Petani Tebo (STT) terkait pertemuan masyarakat dengan pemegang konsesi pada 20 September lalu, menurut Bahza salah, karena pembahasan kerjasama kemitraan kehutanan dengan PT WKS adalah tindak lanjut dari hasil verifikasi resmi dengan lembaga negara baik KLHK hingga KPHP Tebo.
"Kami membahas kepastian akses lahan untuk masyarakat dan keberlanjutan Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK) yang sudah dirumuskan sejak lama dan ini yang diakui." tegasnya.
Dia juga menyebutkan jika pengakuan dari Kelompok Tani STT juga salah alamat karena objek lahan yang diclaim sebagai objek permohonan sertifikasi berbeda dengan objek yang dijadikan mitra dengan PT WKS.
"Objek yang dipermasalahkan dalam surat tanggal 17 September 2020 dari Kelompok Tani STT tersebut berbeda lokasi dengan yang akan dimitrakan dengan PT WKS dan kami sudah mengecek ke lokasi bersama PT WKS Kita juga siap jika ada yang ingin mengecek ulang," katanya lagi.
Jika ada anggota kelompok tani yang keluar dan melakukan pendudukan lahan sendiri, maka perusahaan bisa meminta aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan.
Menyikapi surat keberatan Kelompok Tani STT, Kades Lubuk Mandarsah M Taufik menyebutkan kehadirannya dalam pertemuan Kelompok Tani SLB dengan PT WKS sebagai kepala desa untuk mengetahui proses kesepakatan penyelesaian secara baik di antara pihak yang berkonflik.
"Jika ada yang keberatan dengan kehadiran saya di pertemuan itu, silahkan lapor kepada pihak berwajib, sebab tugas saya menjamin masyarakat saya mendapatkan hak akses lahannya dan penyelesaian konflik ini berlangsung damai," kata M Taufik.
Dia juga meminta agar semua pihak melakukan upaya penyelesaian konflik yang damai dan menghormati kewenangan pemerintah disetiap tingkatan dan saya berharap masyarakat tindak jadi korban isu dari kelompok tertentu yang ingin ambil untung, terkait permohonan lahan dalam kawasan masyarakat bisa minta saran juga ke Dinas Kehutanan atau KPH sebagai pengelola kawasan hutan yang sah.
Kelompok tani SLB bantah ada pengakuan sertifikat di lahan WKS
Kamis, 24 September 2020 11:47 WIB