Tiga tersangka yang dikenakan Pasal 1 ayat 1 UU Darurat No 12 Tahun 1951, yaitu Bripka MJH (35), DC (39) yang merupakan ASN dan anggota Perbakin Nabire dan FHS (39) mantan anggota TNI-AD.
Ketiga tersangka beserta barang bukti berupa tiga pucuk senjata api, yakni jenis M16, M4, dan glock diamankan di Polda Papua untuk diproses lebih lanjut, kata Kapolda Papua dalam keterangan persnya, di Jayapura, Senin sore, didampingi Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab.
Irjen Pol Waterpauw menjelaskan, dari hasil pemeriksaan juga terungkap anggota Polri yang bertugas di Brimob Kelapa Dua sudah tujuh kali membawa senjata api ke Nabire dengan upah berkisar dari Rp10 juta hingga Rp30 juta tergantung jenis senjata api yang dibawa.
Senjata api itu dijual kepada pemesan melalui DC dengan harga berkisar Rp300 juta hingga Rp350 juta tergantung jenis, kata Waterpauw seraya mengaku saat ini anggota masih mencari pemesan yakni SK.
"Hingga kini SK belum ditemukan, sehingga penyidik belum bisa meminta keterangan dari yang bersangkutan," kata Waterpauw.
Kapolda Papua mengakui, anggota di lapangan sudah lama memonitor adanya kasus jual beli senjata api ke kelompok kriminal bersenjata (KKB), mengingat saat ini aksi kelompok bersenjata khususnya di wilayah Intan Jaya makin meningkat hingga menimbulkan korban jiwa baik warga sipil maupun aparat keamanan .
Terungkap kasus tersebut setelah ada informasi masuknya dua pucuk senjata api jenis MI16 dan M4 yang masuk melalui Timika ke Nabire, sehingga dilakukan pendalamanan dan akhirnya terbongkar dengan diamankannya Bripka MJH dari sesaat setibanya di Nabire via Timika dan Makassar.
"Senjata api yang dibawa Bripka MJH itu dilengkapi dokumen, sehingga tidak ada masalah saat diangkut dengan pesawat dari Jakarta hingga ke Nabire," kata Irjen Pol Waterpauw.