Singapura (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Senin pagi, di tengah kekhawatiran baru tentang permintaan bahan bakar global di tengah penguncian virus corona yang ketat di Eropa dan pembatasan pergerakan baru di China, pengguna minyak terbesar kedua di dunia, setelah lonjakan kasus di sana.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari, tergelincir 22 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 52,02 dolar AS per barel. WTI naik ke level tertinggi dalam hampir satu tahun pada perdagangan Jumat (8/1/2021).
Baca juga: Minyak naik ke tertinggi 11 bulan, saat Saudi janji turunkan produksi
“Titik panas virus corona berkobar lagi di Asia, dengan 11 juta orang (di) lockdown di provinsi Hebei China ... bersama dengan sedikit ketidakpastian kebijakan Fed telah memicu aksi ambil untung pagi ini,” Stephen Innes, kepala ahli strategi pasar global di Axi, mengatakan dalam sebuah catatan pada Senin.
China Daratan mengalami peningkatan harian terbesar dalam kasus COVID-19 dalam lebih dari lima bulan, otoritas kesehatan nasional negara itu mengatakan pada Senin, ketika infeksi baru di provinsi Hebei, yang mengelilingi ibu kota Beijing, terus meningkat.
Shijiazhuang, ibu kota Hebei dan episentrum wabah baru di provinsi itu, diisolasi dengan orang-orang dan kendaraan dilarang meninggalkan kota saat pihak berwenang bergerak untuk mengekang penyebaran penyakit.
Baca juga: Harga minyak melonjak, dipicu hasil pertemuan OPEC dan ketegangan Iran
Sebagian besar Eropa sekarang berada di bawah pembatasan ketat, menurut indeks keketatan Oxford, yang menilai indikator seperti larangan perjalanan serta penutupan sekolah dan tempat kerja.
Namun, kerugian harga minyak dibatasi oleh rencana Presiden terpilih AS Joe Biden untuk mengumumkan triliunan dolar dalam rancangan undang-undang bantuan virus corona minggu ini, yang sebagian besar akan dibayar dengan peningkatan pinjaman.
Harga minyak mentah tetap didukung oleh janji Arab Saudi pekan lalu untuk pengurangan produksi minyak sukarela sebesar satu juta barel per hari (bph) pada Februari dan Maret sebagai bagian dari kesepakatan di mana sebagian besar produsen OPEC+ akan mempertahankan produksi stabil selama penguncian baru.
“Minyak masih memperkirakan banyak optimisme terkait dengan peluncuran vaksin Covid-19,” kata Innes.
“Permintaan akan selalu meningkat saat vaksin diluncurkan, dan sisi pasokan terkendali berkat OPEC+ dan upaya berkelanjutan Arab Saudi.”