Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi melemah seiring masih tingginya volatilitas pasar akibat perubahan kebijakan moneter di AS.
"Pelaku pasar mencermati pernyataan Gubernur The Fed, bahwa kenaikan inflasi AS itu bakal bersifat temporer atau sesaat," tulis Tim Riset NH Korindo Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Kamis.
Pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell menekankan bahwa ekonomi AS menguat, walaupun masih terdampak pandemi COVID-19.
Baca juga: Rupiah Kamis pagi melemah 7 poin
Pada Rabu (23/6) kemarin, rupiah kembali tertekan. Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya mengatakan terkoreksinya rupiah secara umum lebih dominan dari faktor eksternal.
"Ketidakpastian yang tinggi, terutama terkait dengan perubahan stance kebijakan moneter di beberapa negara, terutama AS, menyebabkan volatilitas pasar masih tinggi dan kemungkinan ke depan masih akan tinggi," ujar Rully.
Dari domestik, sentimen negatif dipicu oleh kondisi pandemi yang cenderung memburuk di mana jumlah kasus baru harian sudah mencapai belasan ribu kasus.s
"Sudah terjadi second wave di Indonesia, yang lebih tinggi kasus penambahan hariannya dibandingkan dengan gelombang pertama di awal tahun ini," kata Rully.
Pada Rabu (23/6) lalu, rupiah ditutup terkoreksi 30 poin atau 0,21 persen ke posisi Rp14.433 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.403 per dolar AS.
Baca juga: Kurs rupiah merosot, tertekan kekhawatiran naiknya kasus COVID-19
Baca juga: Rupiah terkoreksi seiring peningkatan kasus positif COVID-19
Baca juga: Rupiah Rabu pagi melemah 12 poin