Jambi (ANTARA) - Kekayaan alam yang berasal dari dalam bumi jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak yang buruk terhadap lingkungan, seperti penambangan minyak mentah ilegal (Ilegal driling) yang berdampak terhadap rusak-nya sumber air bersih di permukaan.
Kabupaten Batanghari merupakan satu dari sebelas kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Jambi. Kabupaten Batanghari memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah, mulai dari hasil perkebunan, pertanian hingga minyak bumi.
Namun, sangat disayangkan kekayaan alam berupa minyak bumi yang selayaknya di kelola oleh pemerintah, di daerah itu sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab ikut mengelola minyak bumi secara ilegal yang menyebabkan kerusakan lingkungan.
Sementara jelas tertuang dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang terkandung di dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai negara.
Dalam UU No.22/2001 tentang minyak dan gas bumi pada BAB III, pasal 4 ayat (1) dinyatakan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.
Baca juga: Aktivitas ilegal driling di Batanghari rusak sumber air
Tambang minyak ilegal
Sejak tahun 2018 hingga akhir tahun 2020 terdapat 2.000 lebih sumur minyak ilegal yang tersebar di Desa Bungku, Desa Pompa Air dan Desa Mekar Jaya Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari. Penambangan minyak mentah secara ilegal tersebut tidak hanya dilakukan di lahan milik masyarakat, sebagian oknum merambah ke Wilayah Kerja Pertamina (WKP) dan ke kawasan Taman Hutan Raya (Tahura).
Pada tahun 2019 dari 15.830 hektare Tahura di Kabupaten Batanghari, 200 hektare lahan di sulap oleh para oknum menjadi kawasan tambang minyak mentah secara ilegal.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari Parlaungan mengatakan saat ini aktivitas penambangan minyak ilegal di daerah itu sudah tidak seperti satu tahun yang lalu. Karena sudah dilakukan penutupan dan razia oleh pihak Kepolisian, TNI dan pemerintah daerah. Saat ini hanya beberapa sumur minyak ilegal yang masih dioperasikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Aktivitas penambangan pun dilakukan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Tidak seperti tahun 2018 hingga tahun 2020 yang dilakukan secara terang-terangan.
Rusak-nya lingkungan di sekitar kawasan penambangan minyak ilegal karena penambangan minyak mentah yang dilakukan tidak sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan.
Penambang minyak ilegal memanfaatkan alat sumur bor untuk melakukan pengeboran. Selanjutnya untuk mengeluarkan minyak dari dalam bumi menggunakan kendaraan roda dua yang di modifikasi untuk menarik pipa yang berisi minyak mentah dari dalam bumi.
Kemudian tempat penampungan minyak mentah hanya menggunakan bak-bak penampungan yang dibuat menggunakan terpal dan kolam-kolam seadanya yang di lapisi dengan terpal. Sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan karena minyak mentah yang di tampung di tempat penampungan sementara itu terkadang melimpah dan mengalir ke sumber-sumber air bersih yang ada di sekitar kawasan penambangan minyak ilegal.
Selain itu saat minyak di pindahkan dari tempat penampungan ke kendaraan-kendaraan pengangkut minyak menggunakan mesin pompa air, sehingga tidak sedikit minyak mentah yang tercecer.
Baca juga: Penambangan liar ancam tahura jambi
Sumber air rusak
Penambangan minyak secara ilegal tersebut menyebabkan sumber-sumber air bersih di kawasan penambangan rusak. Tidak hanya di sekitar kawasan penambangan, namun minyak yang mengalir ke sungai-sungai turut merusak lingkungan yang berada di hilir sungai.
Air danau yang sebelumnya jernih dan bersih saat ini berubah menjadi hitam dan berminyak. Air danau yang sebelumnya dapat di manfaatkan untuk air minum dan menyiram lahan pertanian sudah tidak dapat dimanfaatkan. Karena sudah bercampur dengan minyak mentah dan berbau.
Begitu pula dengan sungai-sungai yang melintasi kawasan penambangan minyak ilegal. Air yang sebelumnya jernih, saat ini berubah menjadi keruh, berminyak dan berbau. Sehingga ikan-ikan yang hidup di suangi tersebut saat ini sudah tidak ada lagi.
Tidak hanya sumber air bersih alami. Sumber air bersih buatan seperti sumur-sumur milik penduduk ikut tercemar.
Air bersih dari sumur warga berbau, berbuih dan berwarna kecoklatan. Air tersebut tidak hanya tidak dapat digunakan untuk konsumsi, namun untuk keperluan mencuci pakaian dan alat masak juga tidak dapat digunakan. Hingga saat ini sumber air bersih di kawasan penambangan minyak ilegal tersebut masih rusak.
Baca juga: Warga tolak penertiban tambang minyak ilegal
Beli air bersih
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat yang berada di sekitar kawasan penambangan minyak ilegal harus membeli air bersih. Dalam setiap hari terdapat puluhan kendaraan bak terbuka yang membawa air bersih pesanan masyarakat setempat. Satu tedmon air bersih ukuran 900 liter dihargai Rp60 ribu.
Warga Desa Bungku Khairul mengatakan satu tedmon air bersih tersebut hanya bertahan untuk dua sampai tiga hari. Karena seluruh aktivitas yang membutuhkan air menggunakan air yang dibeli tersebut. Untuk Mandi, konsumsi, mencuci dan sebagainya menggunakan air yang di beli tersebut.
Karena air yang bersumber dari sumur sudah benar-benar tidak dapat di gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan air yang bersumber dari sumur bor masih terkontaminasi minyak mentah.
Budiyono warga yang menjual air bersih mengatakan dalam satu hari Ia bisa menjual lima sampai tujuh tedmon air bersih. Tidak hanya untuk warga, air bersih tersebut juga untuk mushola dan mesjid yang berada di kawasan penambangan minyak ilegal.
Khairul berharap pemerintah memberikan solusi terhadap kebutuhan air bersih untuk masyarakat yang berada di kawasan penambangan minyak ilegal. Sebab sejak aktivitas penambangan minyak ilegal marak di desa tersebut sumber air bersih di daerah itu sudah rusak.
Baca juga: Polisi selidiki kebakaran tambang minyak ilegal di Batanghari
Inspeksi kesehatan lingkungan
Pada tahun 2019 Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari bersama Dinas Lingkungan Hidup melakukan inspeksi kesehatan lingkungan di wilayah penambangan minyak ilegal, lingkungan di kawasan penambangan minyak ilegal tersebut sudah tidak sehat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari Dr Elvie Yennie mengatakan inspeksi kesehatan lingkungan yang dilakukan di kawasan penambangan minyak ilegal pada tahun 2019 tersebut diantaranya melakukan pengecekan udara, suhu, kebisingan dan kelembaban di kawasan penambangan minyak ilegal.
Saat itu kualitas udara di kawasan penambangan minyak ilegal tersebut sangat jelek. Alat pengukur kualitas udara menunjukkan tingkat cemaran udara di kawasan tersebut berada di atas ambang batas.
Meski saat ini aktivitas penambangan minyak ilegal sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, namun dampak dari penambangan minyak ilegal tersebut masih menyisakan kerusakan lingkungan akibat paparan zat kimia berbahaya dari minyak mentah.
Tidak hanya berdampak terhadap pencemaran lingkungan, aktivitas penambangan minyak ilegal di Kecamatan Bajubang tersebut saat ini menyisakan penyakit untuk warga setempat.
Sebagian masyarakat yang berada di kawasan penambangan minyak ilegal, banyak yang mengidap penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit kulit. Sejak tahun 2018 jumlah kasus pengidap penyakit ISPA dan penyakit kulit di kawasan penambangan minyak ilegal tersebut meningkat cukup signifikan. Peningkatan jumlah kasus yang cukup signifikan terjadi sejak tahun 2019 hingga tahun 2020.
Dokter Elvie mengatakan sebagian besar penderita penyakit ISPA dan penyakit kulit di Kabupaten Batanghari berada di sekitar kawasan penambangan minyak ilegal.*
Baca juga: Pemerintah Aceh ingatkan warga tidak menambang minyak secara ilegal