Jakarta (ANTARA) - Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan Presidensi G20 perlu memikirkan adanya sebuah pembangunan sistem kota yang bersifat responsif dan ramah pada anak.
Woro menuturkan dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing, negara harus bisa memastikan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, terlindungi serta terpenuhi setiap hak-haknya.
Guna memastikan anak mendapatkan perlindungan dan terpenuhi haknya, negara perlu membangun ataupun menguatkan sebuah sistem yang responsif, ramah dan dapat dijalankan dari tingkat pusat sampai dengan desa untuk mewujudkan Indonesia layak anak.
“Ini yang pasti dari mulai dari penguatan regulasi, peningkatan pemahaman dan peningkatan kelembagaan. Penting pula penguatan jejaring dan koordinasi sinergi sektor. Sinergi antarpihak, ataupun pendanaan ini menjadi salah satu strategi kita,” katanya.
Sistem yang nantinya dibangun tersebut, kata Woro, juga perlu memikirkan cara yang dapat meningkatkan akses dan kualitas layanan pada seluruh aspek yang melibatkan anak, sehingga anak dapat berpartisipasi dalam pembangunan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan usianya.
Dalam hal itu, kata Woro, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah membuat program Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang diinisiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Di mana sudah ada 275 dari 514 kabupaten/kota yang menjadi KLA. Lewat KLA, diharapkan pemerintah daerah dapat terdorong untuk berkomitmen mengupayakan berbagai program yang dapat menunjang pemenuhan hak setiap anak.
“KLA harus bisa menangkap sinyal-sinyal kebutuhan anak di daerah, sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat bagi anak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Jadi sistem untuk bisa memenuhi hak anak dan juga melindungi mereka juga bisa dilihat dari sana,” ujar dia.
Woro turut mengatakan pemerintah harus dapat memahami bahwa setiap permasalahan pada anak yang ada di kota dan desa memiliki perbedaan yang harus diselesaikan melalui penguatan antarkementerian, lembaga, hingga pemimpin masyarakat sampai titik terbawah.
Sehingga, ujar dia, sistem yang nantinya dibangun dapat mendengar setiap permasalahan anak dari berbagai aspek dan anak dapat terlindungi melalui penguatan sub-sub sistem dalam pemerintahan ataupun kebijakan yang akan dibuat di masa depan.
“Untuk bisa mewujudkan lingkungan yang ramah anak tadi, kolaborasi antara pemerintah dengan non-pemerintah tentunya menjadi hal penting di dalam memastikan keberhasilan pembangunan perlindungan anak,” kata Woro.