Palu (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan pelestarian nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat di masing-masing daerah, berkontribusi besar dalam pencegahan tumbuhnya dan berkembangnya faham radikalisme.
Baca juga: BNPT-Uni Eropa kerja sama tingkatkan pemahaman cegah terorisme
Menurut Sujatmiko, kearifan lokal di daerah yang telah lama ada di tatanan kehidupan sosial harus tetap dipertahankan dan dilestarikan.
"Budaya di masyarakat yang mengandung nilai-nilai persaudaraan harus tetap dipertahankan," ujar dia.
Terkait hal itu Guru Besar Pemikiran Islam Modern UIN Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Zainal Abidin menyatakan perlu mengintegrasikan kearifan lokal dan agama untuk pencegahan tumbuh dan berkembangnya faham dan gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Baca juga: UI-MUI diskusi cegah tangkal radikalisme dengan kearifan lokal
"Salah satu yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan/menangkal radikalisme dalam spirit kebhinnekaan dan keagamaan yaitu menumbuhkembangkan dan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengamalan ajaran agama," kata Prof Zainal Abidin.
Ia memberi contoh tata kesopanan dalam tutur kata dan berperilaku, nilai-nilai persaudaraan dan solidaritas sosial, toleransi antarumat beragama, moderat dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu telah hidup dan melekat dalam tradisi kita sebagai bangsa yang multikultur-multireligi.
Baca juga: BNPT ajak generasi Z-milenial sebarkan narasi positif di media sosial
Prof Zainal yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng itu menyatakan nilai-nilai tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama apa pun.
Dalam konteks upaya pencegahan/menangkal radikalisme dalam spirit kebhinekaan dan keagamaan, menurut dia, dapat pula dilakukan dengan memberikan pembelajaran pada umat untuk membedakan antara substansi ajaran agama dengan manifestasi pelaksanaannya, membedakan antara isi dengan kulitnya.
"Perintah menutup aurat adalah substansi, manifestasinya dapat dilakukan dengan menggunakan sarung atau gamis atau apapun yang terpenting kriteria menutup auratnya terpenuhi," kata dia mencontohkan.
Prof Zainal yang merupakan deklarator perguruan tinggi melawan radikalisme di Nusa Dua, Bali tahun 2017 ini menegaskan perlu juga mengedepankan persamaan, bukan menggali perbedaan. Hal itu karena dari sudut pandang dogmatis-teologis, setiap agama memiliki karakteristik yang khas dan membedakannya dari agama lain.
"Hal ini tergambar terutama pada tata cara beribadah atau sistem ritualnya masing-masing. Namun, dari segi pesan-pesan moral yang bersifat sosiologis, terlihat jelas adanya nilai-nilai humanis universal yang disepakati oleh semua ajaran agama," sebutnya.
Menangkal radikalisme, kata dia, dapat pula dilakukan dengan memupuk rasa saling percaya satu sama lain, yang merupakan salah satu kunci untuk membangun hubungan yang sehat antar penganut lintas agama.
Namun, ia menegaskan, saling percaya hanya dapat dibangun jika masing-masing pihak terbuka satu sama lain, serta saling memahami karakteristik ajaran agama masing-masing.
"Salah satu bentuk saling percaya dan saling memahami itu adalah tidak mudah menerima informasi-informasi yang provokatif dan berpotensi melahirkan desintegrasi," ujarnya.