New York (ANTARA) - Harga minyak lebih rendah pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah kekhawatiran Federal Reserve AS akan mengejutkan pasar dengan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dari perkiraan.
Sebagian besar pengamat Fed memperkirakan bank sentral AS akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuannya Rabu. Tetapi setelah data indeks harga konsumen (IHK) yang kuat pada Jumat (10/6) untuk Mei, lebih banyak yang memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 75 basis poin.
"Ketakutan akan kenaikan basis poin yang lebih besar ini menurunkan ekuitas dan minyak," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Harga minyak tertekan oleh laporan bahwa ketua Komite Keuangan Senat AS Ron Wyden berencana untuk memperkenalkan undang-undang yang menetapkan pajak tambahan 21 persen atas keuntungan perusahaan minyak yang dianggap berlebihan, seorang pejabat mengatakan kepada Reuters.
RUU itu akan menerapkan pajak tambahan 21 persen atas keuntungan berlebih dari perusahaan minyak dan gas dengan pendapatan tahunan lebih dari 1 miliar dolar AS, kata sumber itu.
Ketatnya pasokan diperparah oleh penurunan ekspor dari Libya di tengah krisis politik yang menghantam produksi dan pelabuhan.
Produsen OPEC+ lainnya sedang berjuang untuk memenuhi kuota produksi dan Rusia menghadapi larangan minyaknya karena perang di Ukraina.
Departemen Energi AS juga mengumumkan pemberitahuan penjualan keempat 45 juta barel minyak mentah dari cadangan minyak strategisnya (Strategic Petroleum Reserve).
UBS menaikkan perkiraan harga Brent menjadi 130 dolar AS per barel untuk akhir September dan menjadi 125 dolar AS untuk tiga kuartal berikutnya, naik dari 115 dolar AS sebelumnya.
"Persediaan minyak yang rendah, kapasitas cadangan yang berkurang, dan risiko pertumbuhan pasokan yang memperlambat pertumbuhan permintaan selama beberapa bulan mendatang telah mendorong kami untuk menaikkan perkiraan harga minyak kami," kata bank tersebut.
Lembaga pemeringkat Fitch menaikkan asumsi harga Brent dan WTI untuk 2022 masing-masing sebesar 5 dolar AS menjadi 105 dolar AS dan 100 dolar AS per barel.
Pasar menunggu laporan mingguan dari American Petroleum Institute pada Selasa waktu setempat dan Badan Informasi Energi AS pada Rabu waktu setempat untuk data persediaan minyak mentah dan bahan bakar AS.
Enam analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan persediaan minyak mentah AS turun 1,2 juta barel pekan lalu, sementara stok bensin naik 800.000 barel dan persediaan sulingan, termasuk solar dan minyak pemanas, tidak berubah.
Di sisi permintaan, wabah COVID terbaru China yang ditelusuri ke sebuah bar di Beijing telah menimbulkan kekhawatiran akan fase penguncian baru.
Dalam laporan bulanannya, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mempertahankan perkiraannya bahwa permintaan minyak dunia akan melebihi tingkat pra-pandemi pada 2022, tetapi mengatakan invasi Rusia ke Ukraina dan perkembangan terkait pandemi virus corona menimbulkan risiko yang cukup besar.
Kelompok itu memperkirakan pertumbuhan permintaan melambat tahun depan, delegasi OPEC dan sumber industri mengatakan kepada Reuters, karena melonjaknya harga minyak membantu menaikkan inflasi dan bertindak sebagai hambatan pada ekonomi global.
Baca juga: Cadangan Minyak Strategis AS turun ke level terendah sejak 1987