New York (ANTARA) - Harga minyak tergelincir sekitar dua dolar AS per barel pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), menetap di posisi terendah sembilan bulan dalam perdagangan yang bergejolak, tertekan oleh penguatan dolar ketika pelaku pasar menunggu rincian sanksi baru terhadap Rusia.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terpangkas 2,03 dolar AS atau 2,6 persen, menjadi ditutup pada 76,71 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, merupakan level terendah sejak 6 Januari.
Kedua kontrak telah naik di awal sesi setelah merosot sekitar 5,0 persen pada Jumat (23/9/2022).
Pergerakan di atas terjadi karena momentum kenaikan dolar AS berlanjut setelah Federal Reserve memberlakukan kenaikan suku bunga tiga perempat poin ketiga berturut-turut minggu lalu dan mengisyaratkan jalur yang lebih hawkish ke depan.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak 0,81 persen menjadi 114,1030 pada akhir perdagangan Senin (26/9/2022), menyusul lonjakan 1,65 persen di sesi sebelumnya. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Indeks dolar mencapai level tertinggi baru dua dekade, menekan permintaan minyak yang dihargai dalam mata uang AS. Dampak dolar yang kuat pada harga minyak paling menonjol dalam lebih dari setahun, data Refinitiv Eikon menunjukkan.
"Sulit bagi siapa pun untuk mengharapkan minyak akan pulih setelah greenback semahal ini," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.