Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachamatarwata mengatakan pihaknya masih terus mencermati rencana pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya atau OPEC+.
Namun, dirinya memperkirakan akan ada penyesuaian lainnya yang akan dilakukan di global, mengingat dunia saat ini sedang melemah sehingga kenaikan harga minyak akan menyebabkan beberapa efek negatif seperti potensi kedinginan di wilayah Eropa pada Desember 2022.
Dengan demikian, pemerintah akan terus memperhatikan lebih lanjut tren harga minyak dunia tersebut. Ke depan, Isa menilai mungkin masih akan terdapat kenaikan harga minyak dunia, namun peningkatannya diperkirakan ada batasnya, mengingat kondisi global saat ini.
Ditemui terpisah, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pihaknya terus memperhatikan secara teliti keputusan OPEC+.
"Kami juga memperhatikan bagaimana Amerika Serikat saat ini, bagaimana juga Rusia," ujar Suahasil saat ditanya mengenai kemungkinan adanya tambahan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) akibat kebijakan pengurangan produksi minyak global.
Ia mengatakan minyak dunia menjadi komoditas yang sangat strategis dan diperhatikan dalam pergerakannya, bahkan termasuk saat perang Rusia dan Ukraina.
Adapun harga minyak naik ke level tertinggi tiga minggu usai OPEC+ pada Rabu (5/10/2022) menyetujui pengurangan produksi besar-besaran sejak pandemi COVID-19 yakni dua juta barel per hari mulai November 2022. Keputusan itu didorong ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global.
Meski sempat melonjak, harga minyak berbalik menurun sekitar dua persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), memperpanjang penurunan sesi sebelumnya, karena kekhawatiran permintaan naik setelah Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan perlambatan pertumbuhan global.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November merosot 1,78 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi menetap di 89,35 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah tergelincir 1,6 persen di sesi sebelumnya.
Sementara, jenis Brent untuk pengiriman Desember kehilangan 1,9 dolar AS atau 2,0 persen, menjadi ditutup di 94,29 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, menyusul kejatuhan 1,8 persen sehari sebelumnya.