New York (ANTARA) - Harga minyak turun tajam pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena kekhawatiran resesi global dan permintaan minyak yang lemah, terutama di China, melebihi dukungan dari pemotongan besar-besaran target produksi OPEC+.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember kehilangan 2,94 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi ditutup pada 91,63 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kontrak Brent dan WTI keduanya terombang-ambing di antara wilayah positif dan negatif untuk sebagian besar Jumat (14/10/2022), tetapi turun untuk minggu ini masing-masing sebesar 6,4 persen dan 7,6 persen.
Dalam laporan bulanan yang dirilis awal pekan ini, baik Badan Energi Internasional (IEA) maupun Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) merevisi perkiraan mereka untuk permintaan minyak yang terlihat turun, karena hambatan ekonomi yang lebih kuat.
Hal yang juga membebani harga minyak adalah momentum lanjutan dalam dolar AS. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak 0,84 persen menjadi 113,3090 pada akhir perdagangan Jumat (14/10/2022), menyusul kenaikan serupa di sesi sebelumnya. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Inflasi inti AS mencatat kenaikan tahunan terbesar dalam 40 tahun, memperkuat pandangan bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi lebih lama dengan risiko resesi global. Keputusan suku bunga AS berikutnya akan jatuh tempo pada 1-2 November.
Sentimen konsumen AS juga terus meningkat dengan kuat pada Oktober, tetapi ekspektasi inflasi rumah tangga sedikit memburuk, sebuah survei menunjukkan.
"Peningkatan sentimen konsumen dipandang sebagai negatif karena itu berarti The Fed perlu mematahkan semangat konsumen dan lebih memperlambat ekonomi, dan itu menyebabkan kenaikan dolar dan tekanan ke bawah pada pasar minyak," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago.
Di sisi lain, pasar masih mencerna keputusan minggu lalu dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, ketika mereka mengumumkan pemotongan 2 juta barel per hari (bph) untuk target produksi minyak.