Jakarta (ANTARA) - Selaku Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) atau Badan Pengarah Papua (BPP), Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengaku melakukan tawaf, berputar mengelilingi tanah Papua, selama lima hari.
BP3OKP sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 121 tahun 2022 tentang BP3OKP yang merupakan amanat pasal 90 Peraturan Pemerintah No 106 tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua. Tugas PP3OKP adalah sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan otonomi khusus di wilayah Papua.
Apalagi saat ini di Papua terdapat tiga daerah otonom baru (DOB) yang sudah punya landasan hukum dan 1 DOB yang masih dalam proses administrasi, sehingga tanah Papua memiliki total enam provinsi.
Pertama adalah Provinsi Papua yang beribu kota di Jayapura, dipimpin Gubernur Lukas Enembe (meski dalam kondisi sakit).
Kedua, Papua Barat yang berdiri berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 1999 dengan ibu kota Manokwari dan dipimpin Pj Gubernur Paulus Waterpauw.
Ketiga, Papua Selatan yang beribu kota di Kabupaten Merauke dan lahir berdasarkan UU No 14 tahun 2022 terdiri dari Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, serta Kabupaten Boven Digoel, dipimpin Pj Gubernur Apolo Safanpo.
Keempat, Papua Tengah dengan ibu kota Nabire, meliputi wilayah Kabupaten Nabire, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Deiyai berdasarkan UU 15 tahun 2022 dan dipimpin oleh Pj Gubernur Ribka Haluk.
Kelima, Papua Pegunungan beribu kota Jayawijaya berdasarkan UU No 16 tahun 2022 dan dipimpin Pj Gubernur Nikolaus Kondomo. Wilayahnya meliputi Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, dan Kabupaten Nduga.
Keenam, Papua Barat Daya yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 November 2022 sebagai pemekaran Papua Barat. Wilayahnya adalah Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambrauw, dan Kabupaten Raja Ampat.
Pemekaran tersebut telah diusulkan sejak lama, termasuk saat tokoh Papua bertemu dengan Presiden Joko Widodo dengan 61 tokoh Papua di Istana Negara, Jakarta, pada 10 September 2019. Ketua DPRD Kota Jayapura Abisai Rollo, saat itu mengusulkan pemekaran berdasarkan wilayah adat untuk menekan suhu keamanan di Papua karena masing-masing tokoh adat akan menjaga wilayah mereka. Usulannya adalah dengan pembagian lima provinsi di Papua dan dua provinsi di Papua Barat, sesuai pembagian tujuh wilayah adat.
Ketujuh wilayah adat tersebut adalah Mamta (Mamberamo-Tami atau dikenal dengan wilayah Tabi), Saereri, Ha Anim, La Pago, Mee Pago yang berada di Provinsi Papua dan Bomberai, serta Domberai di Papua Barat.
Pertama, wilayah adat Mamta berada di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Memberamo Raya dan Kabupaten Keroom.
Kedua, wilayah Saereri menyebar di sekitar Teluk Cenderawasih, yaitu Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Yapen, dan Waropen.
Ketiga, wilayah Ha Anim (Anim Ha) terletak di Papua Selatan, yakni Merauke, Boven Digul, Mappi, dan Asmat.
Keempat, wilayah adat La Pago terletak di pegunungan Papua Tengah sisi timur, meliputi Jaya Wijaya, Pegunungan Bintang, Wamena, Lanny Jaya, Puncak Jaya, Nduga, Yahukimo, Yalimo, Mamberamo Tengah, dan Tolikara.
Kelima, wilayah adat Mee Pago, terletak di Pegunungan Papua bagian tengah, yaitu Intan Jaya, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Nabire bagian gunung, dan sebagian Mimika (bagian gunung).
Keenam, wilayah adat Domberai, terletak di Papua barat laut, meliputi Kabupaten Manokwari, Bintuni, Babo, Wondama, Wasi, Sorong, Raja Ampat, Teminabuan, Inawatan, Ayamaru, Aifat, dan Aitinyo.
Ketujuh, wilayah adat Bomberai di sebelah selatan kepala burung atua semenanjung Bomberai, yakni Fakfak, Kaimana, Kokonao, dan Mimika (bagian pantai).
Atas usulan itu, Presiden Jokowi pun menyetujuinya, namun tidak keseluruhan usulan, tapi 2 hingga 3 provinsi.
Perhatian pemerintah pusat terhadap tanah Papua juga sudah terwujud dari kucuran Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang mencapai Rp1.092 triliun selama 2002-2022, dengan rincian dana otsus dan dana tambahan infrastruktur (DTI) mencapai Rp138,65 triliun, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) mencapai Rp702,3 triliun dan belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp251,29 triliun.
TKDD ke Papua dan Papua Barat, tergolong tertinggi dibandingkan provinsi lainnya. Papua dan Papua Barat menerima transfer Rp14,7 juta per penduduk dan Rp10,2 juta per penduduk.
Khusus pada 2022, alokasi Dana Otsus untuk Provinsi Papua adalah Rp5,7 triliun dan Rp2,7 triliun untuk Papua Barat, dan masih ditambah sebesar Rp4,37 triliun. Dalam RAPBN 2023, pemerintah kembali menaikkan anggaran dana tambahan untuk Papua sebesar Rp405 miliar (3,15 persen) dari "outlook" 2022.
Dengan berbagai keistimewaan tersebut, Wapres Ma'ruf Amin bertemu dengan para pj gubernur, bupati, kepala daerah atau perwakilannya, pangdam, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), anggota forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), tokoh agama, tokoh masyarakat hingga tokoh adat di tanah Papua untuk mencatat aspirasi mereka.
Aspirasi Provinsi Papua
Sekretaris Daerah Papua Ridwan Rumasukun, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Jhony Banua Wouw, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib, Pangdam Cendrawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa, Bupati Memberamo John Tabo, dan pejabat terkait lain menyampaikan aspirasi kepada Wapres pada 29 November 2022.
Ketua DPRP Jhony Banua Rouw menyampaikan masalah mengenai dana trasnfer pusat yang berkurang, sehingga berdampak pada pendidikan, kesehatan hingga belanja pegawai.
Menurut Jhony, dengan pemekaran, dana transfer pusat ke Papua sebagai provinsi induk berkurang karena pada 2023 hanya mendapatkan Rp2,3 triliun karena terbagi untuk Papua Selatan Rp1,5 triliun, Papua Tengah Rp1,8 triliun, untuk Papua Pengunungan Rp2 triliun, totalnya Rp7,7 triliun.
Padahal, menurut Jhony, provinsi induk masih membiayai sejumlah komponen, seperti untuk beasiswa yang berdasarkan APBD 2022 ada anggaran Rp420 miliar, namun pada 2023 hanya mendapat Rp100 miliar, sehingga hanya bisa bertahan selama 2 hingga 3 bulan untuk membiayai mahasiswa asal Papua di dalam dan di luar negeri.
Selanjutnya masalah ongkos untuk "Jaminan Papua Sehat", yaitu bila ada warga dari luar Provinsi Papua dirujuk ke rumah sakit di provinsi Papua, maka provinsi induk yang membiayai pengobatannya.
"Kalau mereka datang, tapi kami tidak bisa melayani orang Papua, orang Papua akan merasa tidak ada manfaat dari pemekaran Papua," kata Jhony Banua.
Masalah lain adalah untuk belanja pegawai. Menurut Jhony, 100 persen masih dibiayai provinsi induk, yaitu pada APBD 2022 sebesar Rp 1,1 triliun untuk sekitar 11 ribu ASN, namun pada 2023 hanya bisa dianggarkan Rp700 miliar.
Permintaan lain adalah perpanjangan masa jabatan DPRP dan Majelis Rakyat Papua (MRP), penambahan jumlah kursi DPR RI menjadi 4 kursi bagi masing-masing provinsi di tanah Papua.
Atas keluhan dan permintaan tersebut, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo yang terus mendampingi Wapres ma'ruf dalam pertemuan dengan para tokoh Papua mengatakan memang masa jabatan MRP diperpanjang hingga Juni 2023.
Soal pembiayaan ASN, pemerintah pusat membuka kesempatan para sekretaris daerah (sekda) di DOB-DOB untuk melakukan mutasi pegawai dari provinsi Papua, sehingga belanja pegawai dibebankan ke masing-masing DOB.
Sementara soal ongkos rumah sakit rujukan, Wempi menyebut biaya itu juga akan ditanggung masing-masing provinsi asal pasien dan terkait beasiswa, Kemendagri akan menjembatani untuk memprofil ulang mahasiswa-mahasiswa dari setiap provinsi, sehingga pembayaran beasiswa diserahkan ke DOB masing-masing.
Aspirasi Papua Selatan
Selanjutnya pada 30 September 2022 di Merauke, Papua Selatan, Wapres Ma'ruf dan Wamendagri John Wempi kembali bertemu dengan para kepala daerah maupun tokoh masyarakat di wilayah tersebut.
Pj Gubernur Papua Selatan Apolo Safanpo mengatakan sejak ia dilantik pada 11 November 2022, struktur pemda di Papua Selatan belum rampung. Pelantikan sekretaris daerah dan pejabat organisasi paling lambat sepekan ke depan dan ia meminta lebih banyak kuota pegawai.
Sementara tokoh masyarakat Merauke, termasuk mantan Bupati Merauke Marine John Gluba Gebse, meminta agar aturan ASN yang berasal dari Orang Asli Papua (OAP) benar-benar dilaksanakan.
"Beri ruang untuk warga Indonesia asal Papua Selatan tumbuh dan berkembang. Ruang 80 persen (ASN dari OAP) kami kawal baik-baik dan malah bukan berujung jadi arena kekecewaan karena 80 persen aturan tidak direalisasikan. Ruang yang kami minta jangan sampai diisi pejabat dari tempat lain, biarlah kami belajar ber-Indonesia, belajar bertanggung jawab," kata Gebse.
Selanjutnya, saat bertemu dengan para petani di Kampung Semangga Jaya, Distrik Semangga, Merauke, Wapres mendengarkan keluhan soal mahalnya harga BBM dan pupuk bersubsidi.
"Kami seperti tidak tersentuh yang namanya program BBM bersubsidi. Kami pakai BBM subsidi, tapi rasa non-subsisi, kami iri dengan nelayan yang ada SPBU khusus nelayan. Jadi kami juga usul ada SPBU khusus petani," kata Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tanah Miring Kabupaten Merauke Aceng.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Merauke Sukarmin menyebut biaya produksi beras saat ini sangat tinggi, sehingga tidak seimbang dengan hasil panen.
"Kami mohon dinaikkan HET (harga eceran tertinggi) beras, mohon disubsidi pestisida herbisida dan fungsida," kata Sukarmin.
Aspirasi Bomberai Raya
Di kota Biak, Wapres Ma'ruf juga mencatat sejumlah permintaan. Satu hal yang mencuat dalam pertemuan pada 1 Desember 2022 itu adalah usulan pembentukan Provinsi Bomberai Raya.
Dalam pertemuan itu Bupati Fakfak Untung Tamsil, Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor, Raja Kaimana Abdul Hakim Achmad Aituarauw maupun Ketua Dewan Adat Kaimana Johan Werfete kompak meminta berdirinya provinsi baru, yang terdiri dari Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni, dan kabupaten Teluk Wondama menjadi Provinsi Bomberai Raya atau Papua Barat Tengah.
Harapan mereka yang paling tinggi adalah memiliki provinsi sendiri. Mereka berharap Wapres Ma'ruf dan Wakil Menteri Dalam Negeri juga bisa mencatat apa yang disampaikan dalam pertemuan itu.
Menurut mereka, pembangunan di wilayah Papua Barat bagian selatan saat ini jauh tertinggal dari wilayah bagian utara, seperti Manokwari.
Sudah lebih dari 20 tahun Provinsi Papua Barat berdiri, Kaimana dinilai masih seperti saat ini, Fakfak masih seperti yang dulu, Wondama masih seperti kemarin-kemarin, Bintuni yang sama memberikan makan mereka melalui migas juga sama keadaannya.
Ketua Dewan Adat Kaimana Johan Werfete dalam audiensi tersebut mendukung untuk hadirnya Provinsi Bomberai Raya.
Mereka menyatakan masyarakat adat sangat ingin maju seperti kampung-kampung lain, masyarakat pedalaman sangat ramah dan sangat siap menerima pembangunan, tidak ada tantangan dan hambatan apapun kalau membangun infrastruktur jalan, terutama untuk menghubungkan kampung dengan kampung lain, infrastruktur jalan itu sangat dibutuhkan.
Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor mengaku harus mengeluarkan uang Rp100 juta untuk datang ke pertemuan tersebut.
Hal itu karena transportasi darat sangat susah, sehingga ia terpaksa mencarter pesawat kargo dengan harga Rp100 juta untuk 4 orang saja demi menyampaikan harapan-harapan masyarakat ke Wapres.
Bupati Fakfak Untung Tamsil dalam acara tersebut mengatakan Provinsi Bomberai Raya diperlukan untuk percepatan pembangunan empat kabupaten.
Fakfak itu merupakan kota tertua di Papua, tapi dari dulu kondisinya hanya begitu-begitu saja, beberapa daerah masih ada yang belum teraliri listrik, air bersih juga belum ada.
Aspirasi Saereri
Kemudian pada 2 Desember 2022, para bupati atau perwakilannya di wilayah adat Saereri, yaitu Bupati Biak Herry Ario Naap, Pj Bupati Kepulauan Yapen Cyfrianus Y Mambay, Wakil Bupati Kepulauan Waropen Lamek Maniagasi, Sekretaris Daerah Kabupaten Supiori Ferra Wanggai juga meminta terbentuknya Provinsi Papua Utara.
"Ketika kami berusaha untuk DOB Papua Utara, kami di Saereri yang duluan menyiapkan administrasi DOB Papua Utara. Itu pengakuan Menteri Dalam Negeri, tapi sampai hari ini kami ketinggalan, tidak bisa disetujui," kata Wakil Bupati Kepulauan Waropen Lamek Maniagasi.
Selanjutnya Sekda Kabupaten Supiori Ferra Wanggai menyebut kabupaten itu juga mendukung pembentukan Provinsi Papua Utara.
Bupati Biak Herry Ario Naap mengaku daerahnya cukup untuk membiayai sendiri anggaran di provinsi baru tersebut.
"Kalau kami mengekspor dan mendapat dukungan untuk rute penerbangan langsung Biak-Narita, dengan kapasitas 600-800 ribu ton per tahun, maka kami akan menghasilkan devisa untuk negara sebesar Rp17,5 triliun per tahun. Maka, kalaupun kami menjadi provinsi, negara tidak pusing karena kami sudah menghasilkan uang Rp17,5 triliun untuk negara, jadi tidak membebani negara," ucap Herry.
Meski tangkapan ikan tuna di Biak dan sekitarnya cukup banyak, namun nelayan Biak sendiri mengeluhkan rendahnya harga ikan tuna.
"Tuna, tapi kendala di Kabupaten Biak adalah harganya yang lebih rendah dibanding di Papua Barat, seperti di Manowakri, Jayapura, dan Sorong, di sana harga sudah sampai Rp60ribu per kilogram kalau sudah 'di-loin' (dibersihkan), sedangkan kalau gelondongan Rp50 ribu sementara di Kabupaten Biak, per kilogram cuma Rp30 ribu," kata salah seorang nelayan Biak Engel, yang ditemui di Pelabuhan Pelindo IV, Kota Biak, Kabupaten Biak Numfor.
Engel menjadi salah satu penerima bantuan kapal motor yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Saat itu juga dilakukan pelepasan ekspor 1,4 juta ton ikan tuna yang terdiri dari 225 ekor untuk tujuan ekspor ke Jepang dengan harga Rp150 ribu per kilogram tuna, atau 5 kali lipat dari harga beli yang disebut Engel.
"Kami di lapangan tidak sama, bahkan kadang (harga ikan tuna) bisa turun dari Rp30 ribu kalau berat (seekor) tuna kurang dari 20 kilogram, jadi harga disesuaikan dengan beratnya. Kami di sini tidak seperti tempat lain, dengan batas 15 kilogram ke atas harga jadi naik, malah kalau timbangan turun jadi harga makin turun," ucap Engel.
Satu tak terpecah
Atas usulan dan keluhan tersebut, Wapres Ma'ruf mengajak masyarakat Papua untuk menyatukan hati dan satu tujuan, sesuai dengan semboyan "Izakot Bekai Izakod Kai".
"Saya ingin mengajak, mari kita satukan hati, satukan tujuan. Ini saya baca di airport ya. Saya kira betul, satukan hati dan satukan tujuan, 'Izakot Bekai Izakod Kai', kalau hati kita sama tujuan kita sama, semangat kita sama," katanya.
Wapres Ma'ruf mengatakan sesungguhnya ia datang ke Papua ingin "menggaruk yang gatal".
"Artinya yang gatal di mana, yang harus digaruk itu yang mana? Jangan sampai yang gatal di mana yang digaruk dimana, karena tidak banyak mendengar. Saya senang Pak Wamendagri ikut mencatat harapan-harapan itu dan harapan bapak harapan kita semua, harapan seluruh pemimpin nasional," kata Wapres.
Mengenai usulan dua provinsi baru di Papua juga telah dicatat, namun hal itu butuh solusi-solusi detail dan rencana konkrit untuk dimasukkan ke dalam Rencana Aksi pembangunan Papua 2023-2024.
"Jawaban tentang pemekaran jadi ada 2 adat, yang satu adat Saereri dan (kedua) Bomberai, katanya belum juga aspirasinya untuk menjadi provinsi tersendiri, kami catat. Mudah-mudahan ada juga DOB baru lagi," katanya.
Menurut Wapres, kehadiran provinsi-provinsi baru menuntut perlunya suatu masterplan yang baru juga terkait sistem transportasi terpadu, misalnya skenario baru Trans-Papua.
"Ini menjadi bagian yang sebagai contoh perlunya membahas peta Biak Nomfur sebagai internasional 'hub' baru yang langsung ke kawasan Pasifik. Saya juga ingin menekankan kembali bahwa pemekaran provinsi papua yang sudah ada, 4 DOB itu merupakan game changer dalam percepatan pembangunan Papua. Ini penting," ujar Wapres.
Ia juga menginstruksikan kepada menteri/kepala badan untuk segera membahas solusi-solusi detail dan konkrit untuk dimasukkan ke dalam Rencana Aksi 2023-2024.
Setelah aspirasi tercatat, sekarang saatnya mengubah catatan itu menjadi tindakan nyata bagi rakyat Papua.