Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menutup tahun 2022 dengan catatan kinerja yang direspons positif sejumlah mitra dan pemangku kepentingan terkait, meski tahun itu sempat dilalui dengan sentimen negatif, hingga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegakan hukum tersebut.
Beberapa rapor merah yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri, mulai dari anggota Polres Boyolali mengabaikan laporan masyarakat korban kekerasan seksual di bulan Januari, hingga penembakan dokter Sunardi, terduga tindak pidana terorisme di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada bulan Maret. Kasus lain, oknum polisi terlibat dalam kasus pembunuhan berencana yang didalangi oleh Kasatpol PP Makassar di bulan April.
Lalu di bulan Mei, ada kasus Briptu HSB, dikenal dengan crazy rich asal Kalimantan Utara, ditetapkan sebagai tersangka kasus pakaian impor bekas dan narkoba, ada juga dua oknum polisi terlibat pungli rapid test di Kabupaten Jembrana, Bali.
Puncaknya, tiga kasus yang paling mendapat sorotan publik adalah penembakan di Duren Tiga, Jakarta, terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang diotaki oleh Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri.
Tragedi Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 135 orang di Stadion Kanjuruhan, usai pertandingan Arema melawan Persebaya, 1 Oktober.
Ketiga, kasus peredaran gelap narkoba yang dilakukan oleh mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol. Teddy Minahasa dan lima oknum polisi lainnya.
Atas semua ketidaksempurnaan kinerja oknum kepolisian dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai penegak hukum, melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia.
“Kami menyadari masih banyak sekali kekurangan yang perlu kami perbaiki, saya selaku Kapolri mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia terhadap kinerja ataupun perilaku dan perkataan, terhadap pelayanan, terhadap perilaku dari anggota kami yang mungkin tidak sesuai di masyarakat,” kata Sigit dalam rilis akhir tahun di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (31/12).
Catatan kinerja 2022
Meski banyak mendapat rapor merah, Polri melakukan berbagai upaya memperbaiki kinerjanya untuk kembali meraih kepercayaan publik lewat program percepatan (quick wins) Presisi.
Pada survei di pengujung tahun 2022, tingkat kepercayaan publik berangsur naik ke 62,4 persen berdasarkan catatan Charta Politika.
Beberapa catatan positif masyarakat terhadap kinerja Polri ikut meningkatkan kepercayaan publik, seperti pengamanan mudik Idul Fitri yang berjalan lancar dan kondusif, penuntasan kasus Ferdy Sambo, pengamanan KTT G20 di Bali, hingga pengamanan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.
Polri mencatatkan stabilitas keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibmas) tingkat nasional sepanjang 2022 dalam situasi kondusif. Namun, dalam penegakan hukum, terjadi peningkatan kasus kejahatan seiring dilonggarkannya aktivitas masyarakat.
Polri mencatat terjadi 276.507 perkara sepanjang 2022, meningkat sebesar 18.764 perkara atau 7,3 persen dibanding tahun 2021, yang mencatat ada 257.743 perkara.
Sementara itu untuk penyelesaian perkara yang dilakukan Polri justru menurun, yakni tahun 2022 sebanyak 200.147 perkara, sedangkan di tahun 2021 sebanyak 202.024 perkara. Turun 1.877 perkara atau 0,9 persen.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo, saat dikonfirmasi awal Januari 2023 terkait penyebab penurunan penyelesaian perkara selama 2022 ini belum memberikan jawaban.
Hingga saat ini, ia masih menanti penjelasan dari Bareskrim Polri terkait catatan tersebut, termasuk data 1.226 personel Polri yang gugur sepanjang 2022, belum diketahui rinciannya, apakah gugur dalam bertugas, karena sakit atau karena kasus lain.
Sepanjang 2022 Polri membubuhkan catatan kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti penyelesaian perkara lewat keadilan restoratif sebanyak 15.809 perkara, meningkat 11,8 persen dibanding 2021 (14.137 perkara).
Penanganan kejahatan terhadap perempuan dan anak pada 2022 sebanyak 25.321 perkara, menurun 7,5 persen dari tahun sebelumnya (27.380 perkara). Untuk penyelesaian perkaranya justru meningkat 1,4 persen atau ada 16.892 perkara yang diselesaikan.
Kinerja paling digenjot pada 2022 adalah pemberantasan perjudian, baik konvensional maupun daring. Tercatat ada 2.651 perkara perjudian konvensional ditangani atau meningkat 46,5 persen dari tahun sebelumnya. Untuk penyelesaiannya juga meningkat 23,2 persen atau ada 2.378 kasus.
Untuk judi daring, dari 614 kasus di tahun 2021 meningkat menjadi 1.323 kasus di tahun 2022. Penyelesaian kasus juga turut meningkat, dari 579 kasus di tahun 2021 menjadi 1.154 kasus di tahun 2022.
Begitu juga dengan kasus narkoba, Polri membukukan 39.709 perkara sepanjang 2022. Angka tersebut turun dibanding 2021 sebesar 40.320 perkara. Demikian pula untuk penyelesaian perkara narkoba menurun 11,5 persen. Selain itu, Polri melakukan pelacakan aset pelaku narkoba dengan nilai Rp131,1 miliar.
Kasus yang menonjol selama 2022 adalah kejahatan investasi sebanyak 28 perkara, dengan total kerugian yang dialami masyarakat senilai Rp31,4 triliun. Beberapa kejahatan investasi menonjol, seperti Binomo, Quotex, DNA Pro dan PT FSP Akademi Pro atau Fahrenheit.
Sementara penanganan terorisme sepanjang 2022 menurun lima kasus atau 83 persen dibanding 2021 (dari enam aksi menjadi satu aksi di Polsek Astanaanyar).
Jumlah pelaku teror yang diungkap menurun sebanyak 123 orang atau 33,2 persen, yakni dari 370 (tahun 2021) menjadi 247 orang (tahun 2022). Kemudian, dari 247 tersangka yang telah berhasil diungkap, saat ini 169 orang dalam proses penyidikan, 56 orang sudah P-21, 17 orang menjalani persidangan, empat orang meninggal dunia saat penindakan, dan satu meninggal dalam bom bunuh diri.
Para tersangka itu terdiri atas 97 orang kelompok Jamaah Islamiyah (JI), 70 orang kelompok Anshor Daulah (AD), 46 orang kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD), 28 kelompok Negara Islam Indonesia (NII), empat orang kelompok MIT Poso, satu orang lone wolf dan satu orang FTF.
Kinerja dalam menjaga keamanan di Papua, sepanjang 2022 telah terjadi 90 kali aksi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di 14 kabupaten/kota di Papua yang mengakibatkan 48 orang meninggal dunia (35 masyarakat diduga KKB, 10 TNI dan tiga personel Polri), dan 27 orang luka-luka.
Polri juga terlibat dalam penanganan 3.445 bencana alam yang terjadi di sepanjang 2022, di antaranya gempa Cianjur, Jawa Barat, dan erupsi Gunung Semeru di Lumajang, jawa Timur, dan sekitarnya.
PR Polri
Ada banyak capaian yang dilakukan Polri di tengah ujian berat yang menerpa sepanjang 2022. Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol. (Purn) Benny Mamoto serta peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Hermawan Sulistyo memberikan catatan positif atas kinerja kepolisian.
“Kalau saja tidak ada tiga peristiwa pada tahun 2022 ini, maka laporan Kapolri tadi itu sempurna. Yang menjadi masalah adalah, ini terlalu baik prestasinya, jadi 'digetok' sama Tuhan, jangan sombong. Digetok sama Tuhan, jangan songong, bukan Kapolrinya, jajarannya, Kapolrinya kan gak pernah ngomong, diem gitu. Yang lain itu. Kenapa? Saya lihat tidak ada yang pasang badan, semua bilang polisi terlalu kuat, terlalu hebat, siapa bilang?” kata Hermawan.
Benny Mamoto berpandangan Kapolri telah menjelaskan kinerja pertanggungjawaban secara transparan, akuntabel, dan komprehensif. Berdasarkan hasil turun ke lapangan, Kompolnas menemukan banyak inovasi yang dilakukan jajaran kepolisian di wilayah, seperti pada masa COVID-19, Polri membantu memberdayakan ekonomi masyarakat.
Catatan kritis disampaikan pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto yang menyebutkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh Polri.
Bambang mengatakan tugas pekerjaan rumah yang paling utama harus dituntaskan semua, mulai dari kasus Ferdy Sambo, kasus obstruction of justice, kasus konsorsium 303, Kanjuruhan, maupun kasus tambang ilegal Ismail Bolong.
Tanpa ada penuntasan kasus tersebut secara transparan, mungkin akan berat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada Polri, seperti semula, sebelum kasus-kasus tersebut muncul.
Terlebih, di tahun 2023 tantangan semakin berat, menjelang tahun politik Februari 2024. Karena, semester kedua tahun ini sudah dimulai kampanye. Maka dari itu, dalam waktu maksimal setengah semester ini, Polri dapat menuntaskan kasus-kasus tersebut agar bisa fokus mengamankan Pemilu 2024 serta memulihkan kepercayaan masyarakat.
Netralitas Polri menjadi tantangan paling berat, karena terkait dengan kasus Ferdy Sambo ramai isu Satgasus Merah Putih yang juga disebut berperan dalam Pemilu 2019. Sehingga jika tidak tuntas pekerjaan rumah ini dan tidak jelas, pada 2024 tantangannya pada netralitas polisi.
Tanpa ada kepercayaan masyarakat, sulit rasanya pada pemilu nanti, karena polisi akan dianggap tidak netral.