Jakarta (ANTARA) - Keketuaan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun ini harus dapat membawa negara-negara Asia Tenggara kian disegani dan berperan di kancah global.
Asia Tenggara mesti menegaskan kembali posisi tawarnya kepada dunia, sebagai negara-negara yang juga terlibat aktif menentukan peta geopolitik dunia, utamanya mendorong perdamaian dunia guna menghentikan krisis yang melanda dunia saat ini.
Memang, pasca-pandemi COVID-19 isu pemulihan ekonomi menjadi sangat penting bagi semua negara. Wajar Indonesia melalui keketuaannya di ASEAN tahun ini, salah satunya berniat menjadikan ASEAN sebagai pusat ekonomi dunia.
Sebagaimana tema Keketuaan ASEAN 2023 Indonesia yakni "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, maka KTT ASEAN tahun ini akan difokuskan pada penguatan ekonomi kawasan agar tumbuh cepat, inklusif, dan berkelanjutan.
Keketuaan Indonesia akan mengangkat tiga isu prioritas di bidang ekonomi, yakni pemulihan ekonomi, ekonomi digital, dan pembangunan berkelanjutan dengan mengacu pada target capaian utama yang telah ditetapkan.
Namun di luar dari itu, pertemuan negara-negara Asia Tenggara di KTT ASEAN 2023 Indonesia tahun ini, juga harus berbicara soal kerja sama politik dan keamanan, guna memikirkan langkah konkret meningkatkan peran negara-negara anggota ASEAN dalam perdamaian dunia, di tengah perang Rusia-Ukraina dan gejolak perang dingin yang melibatkan sekutu Negeri Beruang Merah dan Negeri Keranjang Roti Eropa.
Isu perdamaian dunia tidak kalah pentingnya dibawa dalam KTT ASEAN, sebab upaya dan strategi pemulihan ekonomi bersama yang dibahas Asia Tenggara akan terganggu manakala geopolitik dunia masih kacau balau.
Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN diharapkan bisa mendorong para pemimpin negara-negara ASEAN untuk menyepakati semacam deklarasi atau pernyataan bersama berkaitan upaya mendorong perdamaian dunia, menjadi jembatan negosiasi damai, atau dalam bahasa yang lebih gamblang lagi adalah “memaksa” negara-negara berkonflik untuk segera berdamai dengan posisi tawar yang dimiliki masing-masing negara.
Semangat kebersamaan negara-negara ASEAN, sebagaimana tertuang dalam naskah Deklarasi Bangkok 1967 (pembentukan awal ASEAN), dapat menjadi landasan utama dalam menegakkan kembali muruah ASEAN di mata dunia dan mendorong perdamaian dunia.
Sejarah ASEAN
Berbicara tentang misi besar menegakkan muruah negara-negara Asia Tenggara di kancah dunia, tentu perlu meninjau kembali sejarah berdirinya ASEAN.
Sebagaimana dikutip dalam laman Kemlu.go.id, sejarah berdirinya ASEAN dimulai dengan tindak lanjut penandatanganan Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967, di Bangkok, Thailand.
Saat itu lima wakil negara/pemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina Narciso Ramos, Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam, dan Menteri Luar Negeri Thailand Thanat Khoman menindaklanjuti Deklarasi Bersama dengan melakukan pertemuan dan penandatanganan Deklarasi ASEAN (The ASEAN Declaration) atau yang dikenal dengan Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration).
Isi Deklarasi Bangkok sendiri meliputi: Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara; Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional; Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi; Memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang ada; serta Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia Tenggara.
Dengan ditandatanganinya Deklarasi Bangkok tersebut, maka organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) resmi berdiri, dengan tujuan awal menggalang kerja sama antarnegara anggota dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta membentuk kerja sama dalam berbagai bidang kepentingan bersama.
Meski belum spesifik berbicara tentang peran ASEAN dalam perdamaian dunia, namun dalam Deklarasi Bangkok itu tampak jelas akar komitmen kebersamaan ASEAN.
Pada perkembangan berikutnya ASEAN membuat berbagai agenda signifikan di bidang politik seperti Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral yang ditandatangani tahun 1971 hingga kesepakatan tahun 1976 tentang Traktat Persahabatan dan Kerja Sama, yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai.
Dalam bidang ekonomi, Agreement on ASEAN Preferential Trading Arrangements (PTA) berhasil disepakati dan ditandatangani di Manila pada 24 Februari 1977 yang menjadi landasan untuk mengadopsi berbagai instrumen dalam liberalisasi perdagangan.
Kemudian pada perkembangan selanjutnya, Agreement on the Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme for the ASEAN Free Trade Area (AFTA) berhasil disepakati di Singapura pada 28 Januari 1992 yang selanjutnya mendorong negara-negara lain di Asia Tenggara bergabung menjadi anggota ASEAN.
Seiring dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai tersebut, lima negara di luar negara pemrakarsa juga menggabungkan diri dalam organisasi ini, yaitu:
- Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 melalui Sidang Khusus para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/ AMM) di Jakarta, Indonesia.
- Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 29-30 Juli 1995.
- Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia, 23-28 Juli 1997.
- Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi.
Berkenaan dengan keanggotaan ASEAN, Timor Leste yang secara geografis terletak di wilayah Asia Tenggara secara resmi juga telah mendaftarkan diri sebagai anggota ASEAN pada tahun 2011. Lalu pada KTT ASEAN di Pnom Penh, Kamboja tahun 2022, para pemimpin negara ASEAN setuju untuk mengakui Timor Leste sebagai negara anggota ke-11 ASEAN.
Tetapi selama belum menjadi anggota penuh, maka pada KTT ASEAN di Indonesia tahun ini Timor Leste akan hadir sebagai negara peninjau.
Bali Concord III
Seiring dengan perjalanan waktu, ASEAN mengalami perkembangan sesuai dengan cita-cita para pendirinya, untuk menjalin persahabatan dan kerja sama dalam menciptakan wilayah yang aman, damai dan makmur.
Cita-cita tersebut dipertegas, antara lain, dengan kesepakatan Bali Concord I tahun 1976 di mana para pemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan penerangan, keamanan, serta peningkatan mekanisme ASEAN.
Concord dalam arti harfiah adalah kerukunan sehingga Bali Concord dapat diartikan kesepakatan atau kerukunan ASEAN yang dicapai dalam pertemuan di Bali.
Kemudian ASEAN bersepakat membentuk suatu kawasan terintegrasi dalam satu masyarakat negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan terikat bersama dalam kemitraan dinamis di tahun 2020, dengan mengesahkan Bali Concord II pada KTT Ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyepakati pembentukan Masyarakat ASEAN.
Melalui Bali Concord II, para Pemimpin ASEAN sepakat bahwa ASEAN harus melangkah maju menuju suatu Masyarakat ASEAN yang terdiri atas tiga pilar, yaitu Pilar Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN, Pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Pilar Masyarakat Sosial Budaya ASEAN.
Ketiga pilar Masyarakat ASEAN itu terikat secara erat dan saling memperkuat untuk mewujudkan perdamaian, kestabilan, dan kesejahteraan bersama yang abadi. Dalam kaitan itu, Indonesia menjadi penggagas pembentukan Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN serta memainkan peran penting dalam perumusan dua pilar lainnya.
Selanjutnya, dalam KTT Ke-19 ASEAN di Bali, 17-19 November 2011, baru lah Bali Concord III kemudian disahkan, di mana ASEAN memantapkan diri untuk mewujudkan kepentingan kawasan dan global yang lebih damai, adil, demokratis dan sejahtera.
Bali Concord III ini yang kemudian mengukuhkan posisi ASEAN dalam masyarakat global sebagai entitas yang bersifat outward looking dengan aktif memberikan solusi terhadap permasalahan global.
Capaian ASEAN dalam pemeliharaan perdamaian dan stabilitas di kawasan selama lebih dari empat dekade, harus diperluas ke tingkat global. Apa yang telah disepakati dalam Bali Concord III, seyogyanya menjadi modal atas komitmen bersama menjawab permasalahan dunia saat ini.
Para pemimpin ASEAN harus bersikap tegas mendorong perdamaian, menancapkan nilai-nilai gotong-royong dan kebersamaan Asia Tenggara di kancah dunia.
Sejarah terbentuknya ASEAN hingga sejumlah kesepakatan serta komitmen yang telah dicapai dalam beberapa dekade harus terus menjadi landasan, baik dalam upaya-upaya membawa ASEAN menjadi pusat ekonomi global maupun menjadikan negara-negara Asia Tenggara sebagai juru kunci perdamaian dunia.