Jambi (ANTARA) - Indonesia dan negara di dunia pada umumnya harus beradaptasi pada perubahan harga minyak dunia yang demikian fluktuatif akibat dampak perang Rusia-Ukraina.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur strategi untuk membiasakan masyarakat pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo dan Dexlite dengan fluktuasi harga secara berkala.
Kebijakan penetapan harga BBM non subsidi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan badan usaha penyedia BBM (Pertamintah) juga perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah karena berkaitan erat dengan perekonomian masyarakat.
Wakil Wali Kota Jambi Maulana di Jambi, Selasa, mengatakan penetapan harga BBM non subsidi secara berkala sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Tentu saja, kata dia, pemerintah daerah siap membantu agar sosialisasi dan edukasi mengenai fluktuasi harga BBM non subsidi ini diterima masyarakat.
Metode sosialisasi yang disiapkan pemerintah daerah dapat berupa publikasi melalui media atau sosialisasi secara langsung kepada masyarakat.
Pada prinsipnya, Maulana mengatakan pemda berharap apapun kebijakan dari pemerintah pusat maupun badan usaha sudah mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi.
Hal itu agar tidak memberikan dampak ekonomi seperti melambatnya pertumbuhan ekonomi dan naiknya angka kemiskinan.
Pemerintah pusat dan daerah, tegasnya, selalu berupaya keras agar ekonomi dapat terus bertumbuh sehingga berupaya penetapan harga BBM non subsidi secara berkala itu tidak mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah daerah siap menindaklanjuti kewenangan pemerintah pusat dalam penetapan harga BBM non subsidi tersebut melalui pengawasan di daerah dan memastikan sejauh mana kesiapan masyarakat menerima ketetapan tersebut.
Pengguna BBM non subsidi yang seharusnya adalah masyarakat kelas menengak ke atas itu semestinya menerima pola penetapan harga BBM non subsidi tersebut secara berkala mengikuti harga pasar global.
Salah seorang warga Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi Arian yang berprofesi sebagai teknisi mengatakan dirinya sepakat dengan penerapan harga BBM non subsidi secara berkala mengikuti harga minyak mentah dunia.
Menurutnya, di satu sisi kebijakan ini akan menguntungkan masyarakat karena harga beli sama dengan harga yang terkini di pasar global. Artinya jika harga di pasar global sedang turun maka masyarakat akan diuntungkan jika ada penyesuaian.
Fluktuasi harga BBM non subsidi sudah wajar terjadi karena harus mengikuti harga minyak dunia dan beberapa faktor lainnya. Tapi, yang perlu diperhatikan saat ini bagaimana penggunanya memiliki kesadaran penuh dengan perubahan harga tersebut sehingga konsumen memiliki perhitungan dalam pengelolaan keuangan.
Saat harga BBM non subsidi itu sudah mengalami penetapan secara berkala sesuai ketentuan, maka masyarakat perlu membuat skema baru untuk biaya konsumsi BBM non subsidinya karena adanya perubahan biaya BBM kendaraan secara berkala.
Selain itu, menurutnya, fluktuasi harga BBM non subsidi itu juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, terutama bagi pengguna kendaraan yang secara rutin mengisi BBM non subsidi.
Sebagai pengguna bahan bakar non subsidi, ia juga meminta agar Pertamina juga dapat memberikan gambaran kenaikan atau penurunan harga BBM non subsidi ke depannya. Bukan saja pengumuman mengenai kenaikan untuk periode tertentu, melainkan prediksi kenaikan untuk periode ke depannya.
Itu perlu dilakukan agar masyarakat bisa memperhitungkan pola konsumsi BBM non subsidi pada periode selanjutnya. Dengan gambaran harga yang diberikan oleh badan usaha penyedia BBM (Pertamina) maka masyarakat bisa menyiapkan biaya lebih besar jika terjadi kenaikan yang signifikan.
Sama halnya dengan salah satu pengemudi ojek online asal Muaro Jambi bernama Sueb. Ia mengatakan jika kendaraannya yang kerap menggunakan BBM non subsidi mulai terbiasa dengan harga bahan bakar yang fluktuatif.
Ia menegaskan jika pemerintah ingin membiasakan masyarakat dengan pola tersebut, perlu sosialisasi dan edukasi secara intensif.
Menurutnya, masyarakat cenderung tidak terlalu melihat harga BBM saat pengisian karena masih menganggap harga BBM sama seperti sebelumnya. Padahal harga BBM non subsidi sudah mengalami kenaikan.
Jika ini terjadi, secara tidak langsung masyarakat tidak menyadari adanya penambahan biaya konsumsi BBM untuk kendaraan.
Namun, karena BBM non subsidi seyogyanya digunakan oleh masyarakat kelas atas. Ia sangat mendukung jika penetapan harga itu dilakukan secara berkala.
Saat ini yang perlu dilakukan adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa penetapan harga BBM non subsidi merupakan kegiatan operasi yang lumrah dalam bisnis global.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa harga BBM non subsidi bersifat fluktuatif sehingga dievaluasi secara berkala mengikuti tren dan mekanisme pasar. Pertamina melakukan penyesuaian harga mengikuti tren harga minyak dunia dan harga rata-rata publikasi minyak.
Pada dasarnya, harga BBM non subsidi sudah seyogyanya harga pasar. Sejauh ini, kata di pemerintah telah menunjukkan bukti hadirnya pemerintah di tengah masyarakat.
Pada saat harga BBM non subsidi seharusnya naik, nyatanya pemerintah saat ini masih meminta kepada Pertamina sebagai badan usaha untuk tidak menaikkan harga BBM non subsidi tersebut.
"Saat harga minyak di bawah US$ 80 per barel, saya bersama Menteri ESDM, Menteri Keuangan, dan Direktur Utama Pertamina menggelar rapat untuk memproyeksikan dan menentukan harga BBM yang baru ke masyarakat,” kata dia.