Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan menurun di tengah kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan sentimen risk off di pasar.
"Rupiah diperkirakan melemah di tengah sentimen risk off di pasar oleh kejatuhan Silicon Valley Bank," kata analis DCFX Futures Lukman Leong saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Sentimen risk off menunjukkan investor menghindari atau melepas asset dan mata uang berisiko, sehingga rupiah akan dilepas investor.
Regulator perbankan California mengatakan mereka menutup SVB Financial Group untuk melindungi simpanan dalam kegagalan bank terbesar sejak krisis keuangan. Krisis modal di SVB telah menekan saham bank-bank secara global.
SVB telah mencoba tetapi gagal menopang neracanya melalui penjualan saham yang diusulkan pada Rabu (8/3/2023) malam.
Runtuhnya SVB membuat investor berspekulasi bahwa Fed sekarang akan enggan mengguncang perahu dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan ini, dengan sorotan kuat pada data inflasi Selasa (14/3/2023).
Lukman menuturkan pelemahan rupiah mungkin akan sedikit tertahan oleh melemahnya dolar AS setelah rilis data ketenagakerjaan nonpertanian atau Non-farm Payrolls (NFP) yang menunjukkan pertumbuhan upah yang lebih rendah dari perkiraan.
Hasil data tenaga kerja agak mix, dengan penambahan pekerjaan sebesar 311 ribu jauh di atas perkiraan untuk 205 ribu.
Namun, upah naik lebih lambat hanya 0,2 persen dari perkiraan 0,3 persen untuk month on month dan 4,6 persen lebih rendah dari perkiraan 4,7 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Ia memproyeksikan nilai tukar rupiah berpeluang bergerak di kisaran Rp15.400 per dolar AS sampai dengan Rp15.550 per dolar AS.
Pada Jumat (10/3/2023), rupiah ditutup melemah 17 poin atau 0,11 persen ke posisi Rp15.450 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.433 per dolar AS.