Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menyampaikan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) masih terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi global dengan mencatatkan defisit 7,4 miliar dolar AS pada kuartal II-2023.
“Defisit transaksi berjalan tercatat rendah di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta kenaikan permintaan domestik. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang masih terkendali seiring dampak tingginya ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Erwin di Jakarta, Selasa.
Selain itu, transaksi berjalan mengalami defisit rendah sebesar 1,9 miliar dolar AS setelah membukukan surplus 3,0 miliar dolar AS pada kuartal sebelumnya.
Surplus neraca perdagangan nonmigas juga dinilai masih tinggi meskipun lebih rendah jika dibandingkan kuartal sebelumnya. Secara nominal, ekspor nonmigas pada kuartal II-2023 tercatat sebesar 57,8 miliar dolar AS atau turun 17,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 70,3 miliar dolar AS.
Erwin menilai, kondisi tersebut dipengaruhi ekspor nonmigas yang menurun sejalan dengan penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global, sedangkan impor menurun terbatas di tengah kondisi membaiknya aktivitas ekonomi domestik.
Dari segi migas, defisit neraca perdagangan migas meningkat dipengaruhi tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebagai dampak naiknya mobilitas dan kebutuhan pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Erwin menjelaskan, investasi langsung sebagai pendorong utama pada kuartal II-2023 kembali membukukan surplus, dengan mencatatkan arus masuk neto sebesar 3,3 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan capaian surplus pada kuartal I-2023 sebesar 3,9 miliar dolar AS.
Investasi langsung pada kuartal II-2023 dinilai tetap solid sehingga mampu membukukan surplus sebagai cerminan dari tetap terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik.
“Ke depan, Bank Indonesia senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal,” ujar Erwin.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan pemerintah untuk tetap menjaga kinerja NPI di tengah gejolak ekonomi global.
Pertama, pemerintah perlu mengoptimalkan devisa hasil ekspor (DHE) sesuai dengan regulasi untuk menambah likuiditas valuta asing (valas) di dalam negeri.
“Momentum untuk mengoptimalkan DHE juga harus dikejar sebelum bonanza komoditas benar-benar berakhir,” kata Bhima.
Kedua, pemerintah perlu mendorong berbagai kebijakan untuk menahan laba agar diinvestasikan kembali ke dalam negeri.
Ketiga, memperluas pasar ekspor ke negara-negara alternatif, salah satunya ke wilayah Afrika yang harus dioptimalkan untuk pemasaran produk Indonesia yang bernilai tambah.
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) memfokuskan pada kinerja ketahanan eksternal Indonesia agar tetap terjaga di tengah kondisi global yang hingga saat ini masih menghadapi tekanan. Oleh karena itu, BKF Kemenkeu menerapkan reformasi struktural untuk mendorong investasi serta hilirisasi industri untuk mempertahankan kinerja NPI.