Bogor, Jawa Barat (ANTARA) - Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengatakan platform media sosial TikTok menyetor pajak ke negara sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Dalam konteks itu, TikTok memungut pajak dari pengguna yang memanfaatkan jasa TikTok, misalnya untuk jasa iklan. Dengan demikian, orang yang berbisnis dalam platform TikTok, baik orang dalam negeri maupun luar negeri, sama-sama dikenakan pajak.
Sementara itu, terkait potensi TikTok mencari e-commerce, Ihsan menyebut masih akan memantau perkembangan ke depan untuk menentukan pajak yang dikenakan terhadap platform tersebut.
"Sama perlakuannya dengan yang lain, apakah dia sebagai wajib pajak dalam negeri atau luar negeri. Jadi, kita akan pelajari dulu model bisnis yang dilakukan TikTok," jelas dia.
Pemerintah telah melarang platform social commerce memfasilitasi perdagangan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020. Aturan tersebut mengatur bahwa platform hanya bisa mempromosikan barang dan jasa, namun, tidak bisa membuka fasilitas transaksi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan dampak perdagangan elektronik (e-commerce), salah satunya di platform layanan hosting video berdurasi pendek TikTok, telah membuat penjualan serta produksi di lingkup usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) hingga pasar konvensional anjlok.
Jokowi menilai seharusnya platform milik perusahaan asal China itu hanya berperan sebagai media sosial dan bukan media ekonomi.
"Itu berefek pada UMKM, pada produksi di usaha kecil, usaha mikro, dan juga pada pasar. Pada pasar, di beberapa pasar sudah mulai anjlok menurun karena serbuan. Mestinya, ini kan dia (TikTok) itu sosial media, bukan ekonomi media," kata Jokowi usai meninjau infrastruktur jalan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (23/9/2023).