Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menilai bahwa pelemahan nilai tukar rupiah berpotensi meningkatkan risiko kredit pinjaman dalam valuta asing (valas).
Mengantisipasi hal tersebut, Darmawan menjelaskan bahwa Bank Mandiri telah mempunyai beberapa strategi. Menurutnya, perbankan saat ini perlu melakukan monitoring secara khusus terhadap debitur valas yang pendapatannya dalam nilai rupiah guna memastikan memiliki kemampuan membayar atau repayment capacity.
Kemudian, langkah yang dilakukan dari Bank Mandiri yakni tetap mendorong pertumbuhan kredit dalam rupiah.
“Oleh karenanya pertumbuhan kredit rupiah bank only lebih tinggi dibandingkan kredit valas yang mencapai 13,1 persen secara year on year,” ujar Darmawan.
Terkait dengan pendanaan valas, sebagai bank yang juga bergerak di sektor wholesale, Bank Mandiri mengoptimalkan potensi nasabah eksportir dengan menyediakan berbagai solusi finansial.
Ia memberikan contoh platform Kopra dari perseroan serta pemanfaatan instrumen Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) valas perseroan mengalami pertumbuhan sebesar 9,83 persen secara bank only hingga mencapai 14,9 miliar dolar AS. Selain itu, guna memperkuat likuiditas valas, Bank Mandiri telah menerbitkan global bonds pada April 2023 lalu dengan nilai sebesar 300 juta dolar AS.
“Selain itu, kewajiban atas global bonds ini dipenuhi dari cash flow asset BMRI sehingga tidak terkena risiko nilai tukar,” terangnya.
Di sisi lain, volatilitas di pasar spot cenderung disebabkan oleh ketidakpastian penetapan suku bunga Bank Sentral AS atau The Fed, serta konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah akhir-akhir ini. Meskipun demikian, Darmawan menilai dampak terhadap ekonomi domestik akan relatif terbatas mengingat fundamental perekonomian Indonesia hingga kuartal III-2023 masih dinilai terus bertumbuh.
"Kami melihat dampak (global) ke ekonomi domestik akan relatif terbatas karena fundamental perekonomian Indonesia yang baik dan kita juga berada di penghujung akhir 2023. Ini juga tercermin dari konsumsi dan investasi yang masih tetap tumbuh, inflasi terjaga di level yang rendah serta neraca perdagangan yang masih terus surplus meskipun ada penurunan," pungkasnya.