Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati (KTKHN) Kementerian Pertanian Muhammad Adnan memastikan sebanyak 24 ribu ton beras impor asal Vietnam yang masuk di Indonesia layak konsumsi berdasarkan hasil uji klinis laboratorium.
"Setibanya kapal di pelabuhan kami sudah lakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaan nya tidak ada masalah sehingga aman dan layak (dikonsumsi)," kata Adnan kepada wartawan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ia menjelaskan, pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh mulai dari dokumen administrasi, kesehatan, dan keamanan komoditas beras yang diangkut.
Mekanisme pemeriksaan itu merujuk pada Undang-undang nomor 21 tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2023 tentang sistem pencegahan keluar-masuk Karantina terhadap hewan, ikan, dan tumbuhan.
Adapun hal yang menjadi sebagai indikator kelayakan konsumsi beras, menurut Adnan, meliputi kandungan residu pestisida, cemaran biologi, dan cemaran logam berat. Hasil uji laboratorium KTKHN menyatakan semua indikator itu di bawah ambang batas.
"Dobel cek, ya, laboratorium dari sana (Vietnam) sudah ter-registrasi dan ketika tiba dicek lagi hasilnya sama. Beras dari Vietnam bersih bahkan tidak ada serangga," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso atau Buwas mengatakan, 24 ribu ton beras premium impor dari Vietnam ini siap disalurkan untuk memenuhi kebutuhan cadangan pangan warga DKI Jakarta dan daerah sekitarnya.
"Besok segera disalurkan ke seluruh wilayah DKI Jakarta dan Karawang, Jawa Barat," kata Buwas.
Menurut dia, beras berkualitas premium itu merupakan bagian dari 300 ribu ton beras impor yang mulai berdatangan ke Indonesia.
Diketahui, Bulog sudah menerima 1,7 ton dari kuota impor 2 juta ton yang dijalankan oleh Bulog untuk tahun ini.
Ratusan ribu ton beras impor sisa tersebut sejak Rabu (12/10) hingga beberapa hari ke depan tiba di 17 pelabuhan seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Aceh, Jawa Timur, hingga di Papua.
Namun, Buwas menyebutkan bahwa, beras yang tiba di daerah yang lain itu berasal dari Thailand, Pakistan dan Myanmar.
Beras tersebut digunakan untuk realisasi operasi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan beras bantuan pemerintah kepada 2,2 juta penduduk kategori Keluarga Penerima Manfaat (KPM) hingga akhir tahun 2023.