Jambi (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Jambi, Kemas Alfarabi menyesalkan aksi demo sopir angkutan batu bara di kantor Gubernur Jambi yang berujung anarkis dan berujung pelaporan perusakan barang inventaris oleh Pemprov Jambi.
Alfarabi mengatakan sejarah penambangan batu bara oleh pemerintah Kolonial Belanda di Ombilin Sawahlunto tahun 1868, untuk sarana pengangkutan saat itu tahun 1887 dibangun jalur kereta api dari Sawah Lunto ke Padang Panjang sepanjang 115 kilometer dan setelah pembangunan Pelabuhan Teluk Bayur dilanjutkan pembangunan jalur kereta api dari Padang Panjang melewati Lembah Anai ke Teluk Bayur tahun 1891.
Berkaca dari sejarah tersebut, menurut Alfarabi sudah seharusnya Pemerintah Pusat memberi perhatian kepada Provinsi Jambi dengan penyediaan infrastruktur jalur kereta api dan pembangunan Pelabuhan Ujung Jabung, sehingga keruwetan permasalahan angkutan batu bara di Jambi bisa teratasi.
Anggota dewan itu juga menambahkan kondisi negara Indonesia sebagai negara berkembang masih tergantung kepada ekspor sumber alam khususnya pertambangan. Apalagi berdasarkan data tahun 2022 jumlah ekspor batu bara sebesar 360 juta ton atau nilai produksi Rp705 triliun dan sektor batu bara memberi devisa 60% dari keseluruhan sumber energi terbesar ke negara importir India, China, Jepang, Fhilipina dan Malaysia
Manfaat batu bara sebagai bahan utama menghasilkan berbagai produk gas, bahan bakar industri, hidrogen, solar dan PLTG. Dari sisi yuridis sudah ada UU nomor 4/2009, Perda no 8/2009,UU no 3/2020, Kepmen ESDM 301/2022 dan Perpres no 122/2022. Namun berbagai persoalan, salah satunya kerusakan jalan nasional yang dilalui angkutan batu bara tentu menjadi kerugian masyarakat banyak.
Solusinya menurut Alfarabi hanya satu, yakni jika perhatian pemerintah pusat untuk membangun transportasi angkutan batu bara dan pembangunan pelabuhan yang representatif. Sebagaimana dahulu dicontohkan oleh pemerintah Belanda sekira 130 tahun yang lalu dilakukan penambangan batu bara diberbagai daerah di indonesia.