Jakarta (ANTARA) - Kemiskinan menjadi salah satu persoalan kesejahteraan rakyat yang masih terus diatasi Pemerintah hingga hari ini dengan beragam kebijakan.
Jumlah penduduk miskin, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), mencapai 25,90 juta orang per Maret 2023. Data tersebut diperoleh dari jumlah penduduk yang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan. BPS menyatakan tingkat garis kemiskinan pada Maret 2023 ialah Rp550.458 per kapita/bulan. Artinya, terdapat 9,36 persen masyarakat yang memiliki pendapatan di bawah Rp550 ribu per bulan.
Sementara itu, laju inflasi terus mengalami fluktuasi. Gejolak perekonomian, baik pada skala domestik maupun global, turut berdampak pada penyerapan tenaga kerja, salah satunya tercermin pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), yang berpotensi memengaruhi tingkat pengangguran.
Baik inflasi maupun tingkat pengangguran dapat memengaruhi tingkat kemiskinan, mengingat inflasi berpengaruh terhadap harga komoditas, sedangkan pengangguran menentukan pendapatan masyarakat, yang kemudian keduanya berdampak pada kemampuan daya beli masyarakat.
Oleh karena itu perlu adanya intervensi berupa kebijakan Pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional agar daya beli masyarakat dapat terjaga dan masalah kemiskinan dapat diatasi.
Intervensi kebijakan fiskal
Salah satu intervensi utama yang dikerahkan oleh Pemerintah adalah kebijakan fiskal. Pemerintah, melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menghadirkan beragam program perlindungan sosial yang menyasar pada upaya menjaga daya beli masyarakat.
Misalnya, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) Kartu Sembako, serta Program Keluarga Harapan (PKH) yang disalurkan melalui Kementerian Sosial.
Program Kartu Sembako memungkinkan masyarakat memenuhi kebutuhan pangan mereka melalui e-voucher senilai Rp200 ribu per bulan yang disalurkan melalui bank Himbara. Sepanjang 2023, keluarga penerima Kartu Sembako mencapai 18,7 juta dengan total dana yang disalurkan mencapai Rp44,5 triliun.
Sementara, PKH merupakan bantuan sosial (bansos) bersyarat kepada keluarga miskin, di mana mereka dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan (faskes) dan fasilitas pendidikan (fasdik) sehingga kesejahteraan mereka dapat terjaga. Tahun lalu, PKH dikucurkan kepada 9,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dengan nilai total anggaran Rp28,1 triliun.
Khusus 2023, gejolak perekonomian turut diwarnai dengan fenomena El Nino yang dikhawatirkan dapat mengganggu produksi komoditas pangan dan membuat terjadinya lonjakan harga. Untuk mengatasi itu, Kementerian Keuangan menginisiasi penebalan bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp200 ribu yang diberikan kepada 18,6 juta KPM pada November dan Desember.
Kementerian Keuangan juga menambah bantuan pangan berupa beras 10 kilogram pada Desember. Menimbang data Susenas Maret 2023 yang menyebut beras menjadi komoditas utama dalam komponen garis kemiskinan, penebalan bansos beras menjadi intervensi yang dinilai tepat untuk dilakukan.
Dengan demikian, jumlah anggaran bantuan tersebut sepanjang 2023 mencapai Rp7,8 triliun yang disalurkan kepada 21,3 juta KPM. Adapun wewenang penyalurannya diamanatkan kepada Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Di samping program bansos yang telah disebutkan, masih terdapat program perlindungan sosial lainnya yang disasar oleh APBN, misalnya, subsidi bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp21,3 triliun, subsidi listrik Rp68,7 triliun, dan subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) Rp40,9 triliun.
APBN juga mengucurkan dana Rp10,4 triliun sebagai BLT Desa yang disalurkan melalui belanja transfer ke daerah (TKD). Dana tersebut digunakan untuk melindungi 2,9 juta KPM.
Secara keseluruhan, Kementerian Keuangan mencatat dana yang telah digelontorkan oleh APBN untuk program perlindungan sosial sepanjang 2023 mencapai Rp443,4 triliun.
Dampak dari berbagai intervensi kebijakan tersebut terlihat pada tingkat kemiskinan. Setidaknya sampai Maret 2023, laju inflasi pada periode September 2022 hingga Maret 2023 berkisar 1,32 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi Maret 2022 hingga September 2022 sebesar 3,60 persen.
Sementara dari sisi tingkat pengangguran, persentasenya juga sedikit menurun, dari 5,86 persen pada Agustus 2022 menjadi 5,45 persen pada Februari 2023.
Keduanya berdampak pada tingkat kemiskinan Maret 2023 yang lebih rendah dari September 2022, yang mana jumlah penduduk miskin pada September mencapai 26,36 juta orang atau 9,57 persen. Meski masih lebih tinggi dibanding catatan September 2019 atau sebelum pandemi COVID-19 yang sebanyak 24,78 juta orang (9,22 persen), jumlah penduduk miskin kini jauh lebih rendah dibanding September 2020 yang mencapai 27,55 juta orang (10,19 persen) akibat dampak pandemi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berulang kali menegaskan peran APBN sebagai bentuk kehadiran negara pada persoalan kesejahteraan rakyat. Dengan slogan #UangKita sebagai shock absorber, APBN terus dioptimalkan untuk menjaga daya beli dan stabilitas ekonomi sehingga dapat menjadi instrumen fiskal yang mampu melindungi masyarakat, terutama kelompok miskin dan rentan.
Misi menghapus kemiskinan
Indonesia menargetkan untuk menghapus kemiskinan pada 2045 dengan kisaran target 0,5 persen hingga 0,8 persen, sebagaimana yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Namun, masih ada persoalan yang dihadapi dalam upaya melindungi masyarakat miskin.
Salah satu tantangan yang ada ialah belum tepatnya sasaran kelompok penerima bantuan. Sebagaimana data Susenas Maret 2023, masih ada masyarakat kelompok atas yang menerima program PKH maupun Kartu Sembako.
Selama ini, mekanisme penyaluran program bansos dilakukan melalui Kementerian Sosial dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Pemerintah tengah mengupayakan penguatan basis data, salah satunya dilakukan dengan menambah informasi data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Selain itu, Kementerian Keuangan mencatat adanya penurunan efektivitas perlindungan sosial terhadap pengentasan kemiskinan pada sejumlah program, seperti PKH yang efektivitasnya turun menjadi 3,22 persen pada 2022 dari 5,3 persen pada 2019.
Untuk itu, masih diperlukan evaluasi dan perbaikan untuk lebih mengoptimalkan upaya perlindungan masyarakat.
Misi pengentasan kemiskinan merupakan mimpi visi Indonesia Emas 2045, sebuah jalan panjang yang memerlukan langkah berkesinambungan di setiap pemerintahan.
Pemerintahan berikutnya diharapkan dapat memperhatikan indikator kesejahteraan rakyat agar kehadiran negara makin terasa oleh setiap lapisan masyarakat.