Jambi (ANTARA) - Harimau Sumatera (panthera tigris Sumatrae) yang luka kaki akibat kena jerat dan kemudian di evakuasi serta dirawat selama 28 hari oleh tim medis di Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi akhirnya mati.
“Harimau itu sempat menjalani perawatan namun akhirnya mati pada Senin 9 Juni2025 sekitar pukul 21.45 WIB, sebelum mati harimau mulai menunjukkan gejala tidak ada nafsu makan, muntah-muntah defekasi atau BAB disertai dengan darah," kata Kepala BKSDA Jambi Agung Nugroho di Jambi, Selasa.
Dijelaskan kronologi matinya harimau Sumatera itu pada berawal pada 28 Mei lalu, kondisi cast pelindung luka yang dipasang saat operasi lanjutan pada 26 Mei 2025 kondisinya sudah terlepas sendiri.
Sebenarnya pada 2 Juni lalu, kondisi harimau pasca operasi sudah mengalami perkembangan yang baik dengan ditandai adanya nafsu makan yang meningkat, dimana setiap pakan yang diberikan petugas mau dimakan oleh harimau tersebut dan selain itu harimau juga masih terlihat responsif setiap kali ada pergerakan yang mendekatinya.
Namun pada 4 Juni kondisi luka kaki harimau sedikit berair sebagai akibat peradangan sehingga menyebabkan beberapa jaringan mengalami nekrosa dan ada penambahan luka dibagian medial kaki belakang sebelah kanan, akan tetapi nafsu makannya masih baik dimana defekasi atau BAB dan urinasi HS masih responsif.
Pergerakan kaki depan harimau terlihat pincang yang disebabkan oleh luka yang masih mengalami peradangan. Tim medis BKSDA Jambi tetap melakukan pemberian obat melalui oral pada waktu pagi dan sore.
Kemudian pada 8 Juni, kondisi luka HS masih berair dan masih terjadi peradangan. Untuk luka dibagian medial kaki belakang sebelah kanan sudah ada progres sedikit membaik dan masih responsif.
Sedangkan keesokan harinya pada 9 Juni, kondisi harimau sudah tidak mau makan, pada pagi hari dia muntah, ada defekasi/BAB yang disertai dengan darah, tubuh HS terlihat sempoyongan/oleng (inkoordinasi), lebih sering berendam dalam kolam bak air, kemudian tim melakukan pemberian obat melalui injeksi, namun respon harimau tidak juga membaik, kondisinya semakin melemah dan tidak respon terhadap suara atau gerakan.
Melihat kondisi tersebut tim medis berencana akan melakukan tindakan medis berupa pemberian obat-obatan, infus dan berencana akan menyuapkan makanan kepada harimau untuk itu harimau juga akan direlokasi ke kandang yang ukurannya lebih kecil untuk memudahkan tim melakukan proses tindakan medis dimaksud.
“Jadi sekira pukul 21.45 WIB kondisi harimau sudah tidak tertolong atau mati sebelum dilakukan tindakan medis dimaksud,” kata Agung Nugroho.
Tim medis TPS BKSDA Jambi sementara menduga penyebab kematian harimau karena virus panlekopenia yang ditandai dengan muntah dan diare berdarah (rapid test). Selanjutnya tim melakukan nekropsi pada harimau untuk pengambilan sampel untuk menegakkan diagnosis.
Pada saat nekropsi dilakukan tim menemukan beberapa kelainan pada organ bangkai harimau seperti terjadinya peradangan pada lambung, ditemukan cacing pada lambung serta bagian intestine/usus juga mengalami peradangan hebat.
"Sampel hasil dari nekropsi akan dikirim ke Laboratorium PSSP Bogor, setelah nekropsi, bangkai harimau Sumatera itu sementara diamankan dan menunggu petunjuk Tim Tipidter Polda Jambi," jelas Agung.
Sementara itu dokter BKSDA Jambi Zulmanudin menjelaskan, kematian harimau Sumatera itu disebabkan oleh virus feline panleukopenia sering dijumpai jenis kucing-kucingan dan apalagi saat di evakuasi harimau itu dalam kondisi tidak sehat.
"Penularan virus tersebut dimungkinkan akibat kontak langsung dan faktor lingkungan," katanya.
Harimau Sumatera yang tutup usia tersebut sebelumnya terperangkap jerat di dalam kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Bungo Pandan, Desa Suo-Suo, Kecamatan Masumai, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi pertengahan Mei lalu. Kaki kiri bagian depan mengalami luka jerat cukup parah sehingga harus menjalani perawatan di TPS BKSDA Jambi.