Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan di Jakarta, Senin, bergerak melemah 21 poin atau 0,13 persen menjadi Rp16.667 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.646 per dolar AS.
Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Taufan Dimas Hareva mengatakan pelemahan kurs rupiah karena sikap The Fed belum benar-benar dovish.
Kondisi ini dianggap membuat rupiah sensitif terhadap perubahan sentimen global, meski tekanan eksternal tak seagresif beberapa bulan lalu.
"Perhatian pelaku pasar masih tertuju pada ekspektasi kebijakan The Fed dan pergerakan indeks dolar AS. Selama sikap The Fed belum benar-benar dovish dan imbal hasil obligasi AS tetap menarik, aliran modal global cenderung berhati-hati masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia," ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut dia, penguatan rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini lebih bersifat teknikal dan respons jangka pendek terhadap pelemahan dolar AS, bukan perubahan fundamental yang kuat.
Di level saat ini, pasar dinilai masih mencari arah, sehingga ruang penguatan rupiah relatif terbatas dan rawan koreksi dalam rentang yang sempit.
Meninjau sentimen domestik, lanjut Taufan, stabilitas kebijakan Bank Indonesia (BI) dan data makro yang relatif terjaga.
BI dinyatakan tetap memberi sinyal menjaga stabilitas nilai tukar, tetapi lebih berfungsi sebagai penahan volatilitas, bukan pendorong penguatan signifikan.
"Dengan kombinasi faktor tersebut, rupiah hari ini cenderung bergerak sideways di kisaran sempit, dengan pasar masih menunggu katalis yang lebih kuat untuk menentukan arah selanjutnya," ungkap dia.
Sementara, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga bergerak melemah di level Rp16.669 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.652 per dolar AS.
