Jambi (ANTARA Jambi) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Jambi menyebutkan, sebagian besar bekas galian tambang di daerah itu tidak ada yang direklamasi sehingga akan menimbulkan efek pencemaran berbahaya bagi lingkungan sekitar.
"Pemerintah beralasan tidak direklamasinya lubang bekas galian tambang karena biayanya cukup mahal," kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli di Jambi, Selasa.
Padahal, kata Musri, jaminan reklamasi lahan bekas areal tambang itu sudah tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2010 pasal 2, ayat 2 dan Peraturan Menteri N0 07 tahun 2012.
"Pemerintah harus melaksanakan kewajibannya mereklamasi, kalau misalkan terkendala anggaran, pemerintah setidaknya mengawasi secara periodik enam bulan atau satu tahun sekali," kata dia.
Dijelaskan, seperti uji petik Walhi beserta Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) beserta Greenpeace yang dilakukan pada areal galian bekas tambang batubara milik PT Sarolangun Prima Could (SCP) di Desa Pulau Pinang, Kecamatan Sarolangun itu menunjukan tingkat pencemaran airnya diambang batas rata-rata.
"Memang akses galian tambang itu agak jauh dari masyarakat, tapi air pada genangan bekas tambang itu mengalir ke sejumlah sungai yang menjadi sumber bagi masyarakat," katanya menjelaskan.
Pada galian bekas tambang PT SCP seluas 2.000 hektare dengan kedalaman air 50-70 meter, maka air yang menggenang itu setelah dilakukan uji petik menunjukan dengan suhu 32,2 derajat, kemudian PH 3,4 EC (Electrik Conduktivity) 320.
"Dilihat dari indikator PH yang rendah itu dapat dikatakan tingkat keasaman air itu sangat tingggi dan juga terdapat logam berat didalam air itu," katanya menjelaskan.
Sementara itu, anggota LSM Jatam Ki Bagus menyebutkan, secara alamiah air yang menggenang pada bekas galian tambang batubara tersebut warnanya jika dilihat secara kasat mata sudah mengandung logam berat dan tinggi.
"Secara kasat mata, jika kita lihat warnanya biru dan tidak terdapat mikroorganisme ataupun jenis ikan yang hidup disitu, atau bisa disebutkan air yang ada didanau itu berbahaya," kata Bagus. (Ant)