Jakarta (ANTARA Jambi) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Pasal 365 Ayat (4) KUHP yang mengatur tentang hukuman ancaman pidana mati.
"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Ahmad Sodiki saat membacakan putusan Pengujian Pasal 365 Ayat (4) KUHP di Jakarta, Rabu.
Ahmad Sodiki yang didampingi delapan hakim hikim konstitusi mengatakan bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Bunyi Pasal 365 Ayat (4) KUHP: "Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3".
Pengujian Pasal 365 Ayat (4) KUHP diajukan oleh dua terpidana mati, yakni Raja Syahrial dan Raja Fadli.
Para terdakwa yang dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru karena melakukan tindak pidana ini menilai Pasal 365 Ayat (4) KUHP bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945.
Menurut Mahkamah, tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang sudah termasuk kejahatan serius
(the most serious crime) karena menimbulkan ketakutan yang luar biasa pada masyarakat yang sama dengan ketakutan terhadap akibat dari narkoba.
"Oleh karena perbuatan jahatnya menimbulkan efek psikologis yang sama maka adalah wajar manakala ancaman pidananya sama," kata Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan.
Fadlil mengatakan bahwa ancaman pidana terhadap kedua kejahatan tersebut dapat menimbulkan efek jera dan pencegahan untuk melakukan kejahatan, baik bagi terdakwa maupun bagi masyarakat.
"Ancaman pidana mati terhadap kejahatan pencurian dengan kekerasan tersebut bukan merupakan satu-satunya ancaman pidana, melainkan merupakan salah satu alternatif dari dua alternatif lainnya, yaitu ancaman pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun," jelasnya.
Dengan demikian, lanjut dia, hakim dapat memilih alternatif penjatuhan pidana tersebut sesuai dengan berat atau ringannya tindak pidana yang dilakukan. (J008)