Jakarta (ANTARA Jambi) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait dengan kontroversi pemilihan kepala daerah tidak langsung yang RUU-nya telah disetujui DPR untuk menjadi UU Pilkada.
"Saya baru saja menandatangani dua Perppu," kata Presiden Yudhoyono dalam jumpa pers yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis malam.
Presiden memaparkan dua Perppu tersebut adalah Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang sekaligus mencabut UU No. 22/2014 yang mengatur pemilihan tidak langsung oleh DPRD.
Ia memaparkan sebagai konsekuensi dan untuk menghilangkan ketidakpastian hukum, diterbitkan pula Perppu No. 2/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menghapus tugas dan kewenangan DPRD untuk memilih kepala daerah sebagaimana tercantum dalam UU No. 23/2014 tentang Pemda.
Menurut SBY, penandatanganan kedua Perppu tersebut dilakukan sebagai bentuk nyata perjuangan dirinya bersama-sama dengan rakyat Indonesia untuk memperjuangkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung dengan perbaikan-perbaikan mendasar.
"Izinkan saya berikhtiar demi kedaulatan rakyat dan demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat," kata Yudhoyono.
Apalagi, SBY menyatakan sebagai presiden yang terpilih secara langsung oleh rakyat sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2004 dan 2009.
Presiden Yudhoyono dalam jumpa pers itu ditemani, antara lain Wakil Presiden Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin, Kapolri Sutarman, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan opsi lain jika Perppu tentang Pilkada ditolak oleh DPR RI.
"Sebelum Perppu itu terbit, tentu kami sudah mempertimbangkan dari berbagai aspek. Yang pasti, Perppu itu secara subjektif menjadi hak Presiden dan secara objektif ada di DPR. Biarlah objektif DPR itu kita lihat nanti setelah Perppu terbit," kata Gamawan.
Ia menjelaskan penyusunan draf Peprpu Pilkada didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang memuat tiga kriteria, yakni kebutuhan mendesak, kekosongan hukum, dan perlunya kepastian hukum.
Ketiga kriteria tersebut terdapat dalam Putusan MK Nomor 138 Tahun 2009 atas permohonan pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terhadap UUD 1945.
"Kami berusaha memenuhi tiga kriteria tersebut, minimal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperhatikan tiga kriteria itu," tambahnya.
Terkait dengan kekosongan hukum yang dikhawatirkan akan terjadi jika nanti DPR menolak Perppu tersebut, Gamawan menjelaskan akan ada alternatif lain untuk mengupayakan agar pelaksanaan pilkada pada tahun 2015 memiliki payung hukum.(Ant)