Jika ada sinetron tukang bubur pergi haji, dalam dunia nyata ada
pedagang nasi kuning pergi haji. Dialah Halimah, perempuan berusia
sekitar 60 tahun yang berangkat dari embarkasi Makasar atau Ujung
Pandang (UPG1).
Ia baru tiba di Mekah pada hari Minggu (30/8) setelah perjalanan
panjang sekitar 7 jam sampai dengan 8 jam dari Kota Nabi, Madinah ke
Mekah.
Pertemuan dengannya juga unik. Halimah yang tinggal di pemondokan
601--sebuah penginapan baru berstandar bintang tiga bernama Arkan
Bakka--terkunci dari luar.
Halimah dengan tidak sengaja keluar kamar tanpa mengambil kartu
elektronik sebagai kunci hotel sehingga kamar otomatis terkunci dari
dalam.
"Tolong, ada seorang calon haji yang kamarnya terkunci," kata
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang juga Kepala Seksi Media
Center Haji (MCH) Khoeron Abdurori.
Spontan, penulis dan dua wartawan MCH yang berada di lobi langsung
menuju resepsionis untuk meminta petugas hotel membukakan kamar Halimah
dengan kunci utama (master key) pemondokan itu.
Petugas hotel bergamis putih menemani para wartawan itu naik ke
lantai dua. Di lorong lantai itu, mereka bertemu perempuan bertubuh
gemuk mengenakan daster batik berlengan pendek "ngedeprok" di lantai
lorong depan kamar.
"Ibu kenapa bisa terkunci di luar," tanya penulis dan dua wartawan
lainnya hampir serempak sambil membantu perempuan itu berdiri begitu
petugas hotel membukakan pintu kamarnya.
Arisan
Halimah yang ramah mempersilakan penulis dan dua
jurnalis lain masuk ke dalam kamar yang diisi bersama tiga anggota
jemaah calon haji perempuan lainnya.
"Tolong bantu Dik, saya masak nasi, tetapi enggak bisa nyolokin
listriknya," kata ibu beranak dua itu sambil mengambil mangkok penanak
nasi (magic jar) berkapasitas 1 liter yang sudah diisi beras.
Setelah sejumlah wartawan itu membantunya, dia pun duduk di pinggir
tempat tidur sambil bercerita tentang pengalamannya sampai ke Tanah
Suci.
"Sudah lama saya ingin berhaji," katanya memulai pembicaraan.
Untuk mewujudkan impiannya itu, Halimah yang sehari-hari berjualan
nasi kuning dengan menggunakan gerobak di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten
Poliwali Mandar, Sulawesi Selatan, ikut arisan.
"Arisannya satu juta rupiah per bulan. Begitu dapat (arisan) Rp22
juta, langsung saya pakai buat daftar haji pada tahun 2009," kata ibu
menetap di kecamatan yang lebih sering disebut oleh penduduk sekitar
sebagai kampung Jawa itu
Beruntung Halimah tidak harus menunggu lama. Padahal, untuk
pendaftaran tahun ini, calon haji dari sejumlah kabupaten di Sulawesi
Selatan, seperti Waju, harus menunggu sekitar 28 tahun.
Dari hasil berjualan nasi kuning beserta lauk-pauknya itu, Halimah
juga bercerita mampu menyekolahkan kedua anaknya hingga menjadi bidan.
"Satu anak perempuan saya menjadi (bidan) PNS (pegawai negeri sipil)," ujarnya bangga.
Sendiri
Namun, sayangnya Halimah hanya berangkat haji sendiri.
Anak-anaknya tidak bisa ikut mendampinginya karena ketika dirinya
mendaftar haji, mereka masih sekolah dan kuliah.
"Di kamar ini hanya saya yang berasal dari Jawa, yang lain orang Makasar," ucapnya lagi.
Halimah terpaksa tinggal di hotel siang itu karena kondisi fisiknya juga terbilang lemah.
"Saya tidak kuat berjalan jauh," katanya sambil memegang lututnya
yang mungkin sudah tidak mampu lagi menopang tubuhnya yang subur.
Sementara itu, tiga rekan sekamarnya telah berangkat menggunakan Bus
Shalawat ke Masjidilharam untuk Salat Zuhur di dekat Kakbah berada.
Penulis dan dua wartawan lain mencoba membesarkan hati ibu tua yang
relatif ramah itu bahwa yang terpenting menjalankan proses haji mulai
dari niat, kemudian berihram.
Selanjutnya, tawaf (berjalan mengelilingi Kakbah tujuh kali yang
arahnya berlawanan dengan jarum jam atau Kakbah ada di sebelah kiri
jemaah), lalu sai (berjalan dan berlari-lari kecil pulang pergi tujuh
kali dari Safa ke Marwa pada waktu melaksanakan ibadah haji atau umrah).
Berikutnya, wukuf (salah satu upacara menunaikan ibadah haji dengan
berdiam atau hadir di Arafah ketika mulai waktu tergelincir sampai
terbenam matahari tanggal 9 Zulhijah).
Kemudian, melempar jamrah (tugu yang menjadi sasaran lemparan batu
dalam ibadah haji): jamrah sugra/ula atau jamrah yang pertama dan
kerikil pada bekas tempat godaan setan yang terkecil; jamrah wusta atau
jamrah pertengahan atau yang kedua di antara jamrah ula dan aqabah;
jamrah aqabah atau jamrah yang ketiga pada bekas tempat godaan setan
yang terbesar.
Lalu, Tahalul (bercukur atau memotong beberapa helai rambut).
Penulis dan dua jurnalis lain pun menekankan bahwa dalam menunaikan
rukun Islam yang kelima itu harus tertib sehingga perjuangan Ny.
Halimah tidak sia-sia untuk ke Tanah Suci dan kembali ke Tanah Air
menjadi haji yang mabrur (diterima Allah).
Pedagang nasi kuning pergi haji
Selasa, 1 September 2015 13:05 WIB
......Tolong, ada seorang calon haji yang kamarnya terkunci......