Surabaya (ANTARA Jambi) - Korban "trafficking" (perdagangan orang)
asal Malang, Jawa Timur, Indrawati, memberikan testimoni dalam diskusi
tentang Hari Anti-Perdagangan Orang di Gedung Konjen AS di Surabaya,
Jumat.
"Awalnya, saya tertarik menjadi TKW di Johor, Malaysia, karena
iming-iming gaji, tapi saya justru dipindah dari agensi PT A ke agensi
PT B hingga mendapat majikan yang jahat," katanya sambil mengusap air
matanya.
TKW yang bekerja selama 11 bulan pada majikan berkebangsaan India
itu mengaku sering mendapat pukulan terkait pekerjaannya, namun dirinya
tidak bisa lepas dari majikannya, karena pintu rumah majikannya selalu
terkunci dan dijaga dua satpam.
"Saya hanya diberi sekali makan dalam dua hari dan itu pun dengan
nasi yang basi, kalau majikan marah selalu memukul, tapi saya tidak bisa
keluar. Untung, ada tukang yang asal Indonesia bekerja di rumah,
sehingga saya bisa titip nomer telepon untuk disampaikan ke saudara di
Tanah Air," katanya.
Dalam diskusi yang dibuka Kepala Humas Konjen AS di Surabaya
Christine Getzler Vaughn, dan menampilkan aktivis kemanusiaan dari
Malaysia, Grace Lee, serta Wiwik Afifah dari Koalisi Perempuan Indonesia
(KPI) Jatim itu, Yuliati Umrah dari Yayasan Arek Lintang Surabaya
menyatakan TKI ilegal itu sulit diberantas.
"Itu karena Indonesia memiliki sawit dan Malaysia memiliki pabrik
pengolah minyak, sehingga para aktivis jungkir balik seperti apapun TKI
ilegal itu akan tetap ada. Soal penganiayaan pun hampir tidak menjadi
masalah, karena TKI kita juga ilegal," katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan satu-satunya solusi yang mungkin
dilakukan adalah mengembalikan pola pikir bangsa Indonesia bahwa bekerja
itu menjadi mandiri dan bekerja itu bukan menjadi pegawai, baik pegawai
pabrik maupun pegawai negeri.
"Adanya TKI ilegal itu, karena kita masih berpikir bahwa bekerja
itu menjadi pegawai, padahal bekerja secara mandiri itu sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia, jadi bekerja itu menjadi buruh tani, bukan
menjadi buruh pabrik," katanya.
Sementara itu, aktivis kemanusiaan dari Malaysia, Grace Lee,
mengatakan ada 200.000 warga NTT yang menjadi TKI ilegal di Malaysia,
sehingga mereka rentan mengalami kekerasan dan juga perdagangan orang.
"Jangan mau menjadi tenaga kerja ilegal, karena akan merugikan,"
kata Grace Lee yang tertarik membantu warga NTT untuk terlepas dari
kekerasan dan menjadi TKI ilegal setelah selamat dari kebakaran di
perkebunan bunga miliknya itu.
Secara terpisah, Wiwik Afifah dari Koalisi Perempuan Indonesia
(KPI) Jatim menegaskan bahwa kemiskinan juga dapat memicu adanya TKI
ilegal, karena kemiskinan membuat mereka tidak terdidik dan mudah ditipu
orang, sehingga rentan mengalami perdagangan orang.
"Tidak hanya di NTT, Jatim juga memiliki kantong-kantong TKI
ilegal, diantaranya Malang Selatan, Trenggalek, Pacitan, Tulungagung,
Jember, dan Madura. Kalau ada orang kota yang menjadi TKI ilegal itu,
karena dia terjebak dengan kehidupan konsumtip," katanya.
Ia menambahkan modus TKI ilegal adalah media sosial (medsos),
gendam, dan pacaran yang berujung pada pemaksaan menikah, sehingga tidak
siap dan akhirnya menjadi TKI ilegal.
"Kalau sudah menjadi TKI ilegal pun sering mengajak anaknya juga menjadi TKI ilegal," katanya.
Korban "trafficking" testimoni di konjen AS di Surabaya
Sabtu, 30 Juli 2016 6:21 WIB