Bengkulu, Antarajambi.com - Koordinator Program Aliansi Konservasi
Alam Raya (AKAR) Network Ali Akbar menyebutkan, habitat satwa langka
gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di hutan Bengkulu terus
menyusut sehingga konflik manusia dengan gajah semakin tak terhindarkan.
"Konflik
semakin sering terjadi karena habitat gajah terus menyempit dan
terakhir kemunculan gajah liar di Desa Gajah Makmur mulai meresahkan
warga," kata Ali, merilis hasil investigasi Akar Network di Bengkulu,
Jumat.
Investigasi yang dilakukan tim Akar Network menemukan koridor atau
jalur jelajah gajah di wilayah Taman Wisata Alam (TWA) Seblat semakin
terdesak akibat konflik pemanfaatan lahan.
Pemberian izin berupa hak guna usaha bagi sejumlah perusahaan
perkebunan dan pembiaran terhadap pembukaan lahan secara ilegal dengan
kekuatan modal besar membuat gajah semakin terusik di "rumahnya".
"Gajah yang sekarang masuk ke permukiman warga itu berasal dari TWA
Seblat, masuk ke HPT Air Rami melalui kebun PT Alno, perkebunan sawit,
lalu terjebak di Air Rami," ucapnya.
Ali pun membantah penjelasan pihak Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung yang menyebutkan satwa dilindungi itu
tidak bisa kembali ke kawasan pusat latihan gajah di TWA Seblat akibat
maraknya perambahan hutan di HPT Air Rami.
Penelusuran di lapangan, kata dia, lahan yang dirambah di HPT Air
Rami sudah ditinggalkan oleh perambah. Saat ini hanya ada 10 orang
petani karet di dalam kawasan itu dengan luas lahan tidak lebih dari 20
hektare.
"Justru gajah itu sering melintas di kebun karet warga dan tidak
ada yang diganggu. Tapi saat ini mendekati permukiman di Desa Gajah
Makmur ini yang mulai meresahkan warga," katanya.
Ia memprediksi satwa langka itu sulit kembali ke TWA Seblat akibat
tertahan di wilayah perkebunan PT Alno yang rutin menjaga dan
mengamankan perbatasan perkebunan dengan menyalakan api.
Untuk menyelamatkan masa depan satwa dilindungi itu, semua pihak
menurutnya harus memikirkan resolusi yang sama-sama menguntungkan atau
tidak mengorbankan warga, perusahaan dan gajah tersebut.
"Perlu solusi untuk menyelamatkan masa depan gajah yang tersisa
karena kalau tidak ada upaya, konflik akan semakin tinggi," ujarnya.
Sebelumnya Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) BKSDA
Bengkulu-Lampung, Said Jauhari mengatakan puluhan gajah liar terjebak di
HPT Air Rami dan tidak bisa kembali ke TWA Seblat akibat pembukaan
lahan secara ilegal di wilayah itu.
Said memprediksi, jumlah gajah liar yang berada di HPT Air Rami mencapai 30 ekor.
Habitat gajah Sumatera terus susut, konflik dengan manusia sering
Jumat, 17 Februari 2017 16:04 WIB