Palembang, Antarajambi.com - Dua provinsi yakni Riau dan Sumatera
Selatan telah berstatus siaga bencana penanggulangan kebakaran hutan
(karhutla) dan lahan 2017.
Kepala Badan Nasional Penanggangan Bencana Willem Rampangilei seusai
apel siaga karhutla di Palembang, Sabtu, mengatakan dengan status
tersebut mengharuskan semua pihak terkait untuk fokus pada upaya
pendekteksian dini karhutla.
"Tantangan dan tugas pada 2017 jauh lebih berat jika dibandingkan 2016
karena cuaca diprediksi bakal lebih panas dibanding dua tahun
sebelumnya. Karena itu, semua pihak harus benar-benar lebih
memaksimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan," kata dia.
Ia mengatakan pada 2016, jumlah luasan karhutla lebih kecil jika
dibanding 2015 karena terdapat pengaruh La Nina sehingga curah hujan
lebih banyak melanda Indonesia.
Namun, situasi akan berbeda pada 2017 karena kemarau diperkirakan
akan terjadi pada Maret hingga kurang lebih 5-6 bulan dan puncaknya pada
Juni.
Untuk itu perlu dilakukan langah antisipasi yang bukan hanya pemerintah
saja yang aktif tapi juga dibantu para pemangku kepentingan, relawan,
dan sebagainya.
Di Sumsel, ia menilai, persiapannya sudah cukup matang dan upaya sudah dilakukan tersinergi dengan baik.
"Jangan sampai kita lengah, tingkatkan kewaspadaan. Rencananya akan
dikirim 2 unit heli waterbombing ke Sumsel dan ini sedang dalam proses,"
ungkap Willem.
Bantuan juga akan difokuskan ke Riau, karena saat ini karhutla sudah
terjadi di daerah tersebut. Namun pemerintah Riau juga telah
menggalakkan upaya pemadaman karhutla di daerahnya sehingga kebakaran
tak meluas.
Kepala Staf Kepresidenan RI, Teten Masduki mengungkapkan, upaya
meminimalisir adanya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah
menjadi prioritas bagi semua pihak agar karhutla dapat dikendalikan
sejak dini.
"Pesan Presiden Joko Widodo soal asap, penanggulangannya ini menjadi
perhatian. Presiden sudah memanggil Badan Restorasi Gambut untuk
memastikan target dan rencana BRG untuk ribuan hektare lahan dalam
kondisi siap," kata dia.
Untuk itu juga, peran kerja sama dengan pihak perkebunan yang mendapat
izin mengelola lahan sangat penting. Ia meminta agar setiap perkebunan
dapat menjaga lahannya masing-masing dan bertanggung jawab bila ada
kebakaran sekecil apapun.
"Perkebunan harus memiliki manajemen baik alat pendeteksi elektronik
yang dapat mengukur muka air gambut. Memastikan keberadaan sumur bor,
tower pemantau adanya kebakaran dan kelengkapan sarana serta prasarana
kebakaran hutan dan lahan," kata dia.
General Manager Fire Management APP Sinarmas Sujica Lusaka mengatakan
saat ini Sinarmas telah mengaktifkan ruang kontrol pusat pemantauan
hotspot di Jakarta, Riau, Jambi dan Sumsel.
"Pusat kontrol ini akan menjadi tempat berbagai sumber saling
berkoodinasi dalam pendeteksian dini kebakaran hutan dan lahan. Dengan
diaktifkannya situation room ini maka jika ada titik api di sekitar
areal konsesi Hutan Tanam Industri yang menjadi pemasok perusahaan maka
akan muncul di layar pusat pemantau secara realtime," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa data realtime itu dapat diperoleh karena sistem
menggunakan teknologi mutahir yakni mengambil data dari Geospasial
Information System (GIS) yang dipadukan dengan data yang diambil secara
langsung melalui pesawat udara yang dilengkapi alat canggih kamera
geothermal.
"Perpaduan data ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan
kecepatan pendeteksian titik api, tidak seperti tahun sebelumnya yakni
data hotspot diperoleh dari satelit sehingga ada waktu delay saat
informasi pertama diterima hingga sampai ke petugas di lapangan," kata
Sujica.
Maret Riau dan Sumsel siaga karhutla, puncaknya Juni
Sabtu, 18 Februari 2017 15:23 WIB
......Pesan Presiden Joko Widodo soal asap, penanggulangannya ini menjadi perhatian. Presiden sudah memanggil Badan Restorasi Gambut untuk memastikan target dan rencana BRG untuk ribuan hektare lahan dalam kondisi siap......