Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya membawa diplomasi lahan gambut itu ke tingkat global, khususnya dalam Pertemuan Mitra Kerja Global Peatland Initiative di Brazaville, Ibu Kota Republik Kongo, demikian keterangan pers yang diterima ANTARA News di Jakarta, Rabu.
Atas keberhasilan Indonesia, Siti Nurbaya dalam pertemuan itu bukan hanya hadir sebagai peserta biasa, namun juga menjadi pembicara kunci dalam dialog tingkat menteri di pertemuan internasional itu.
Menteri LHK dengan bangga menyatakan bahwa Indonesia sebagai pendiri gerakan Asia-Afrika, siap untuk berbagi pengalaman dan membantu negara-negara lain untuk memajukan manajemen gambut melalui kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular.
Indonesia siap menggulirkan rencananya untuk mendirikan Pusat Riset Internasional Gambut Tropis di Indonesia.
Diyakini dalam beberapa tahun ke depan, menurut dia, masyarakat dunia akan mengakui lahan gambut Indonesia sebagai arsip dunia.
Sebagai negara yang memiliki 15 juta hektare lahan gambut, Indonesia tentunya mempunyai keistimewaan atas adanya beragam ekosistem gambut; mulai dari gambut pesisir yang banyak terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Lahan gambut yang ada di delta Mahakam Kalimantan Timur, Kapuas di Kalimantan Barat; hingga gambut di dataran tinggi seperti di Papua. Begitu juga gambut rawa di Kalimantan mempunyai kemiripan dengan gambut yang ada di Kongo.
Nurbaya berhasil membawa diplomasi Indonesia untuk manajemen gambut ke tingkat global.
Ia menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia belajar sangat mahal atas kejadian kebakaran lahan gambut hebat pada 2015.
Pemerintah merespons melalui kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan sangat ketat dan menyeluruh guna meminimalkan terulangnya kejadian ini. Hasilnya sangat fantastis, dalam kurun waktu 2 tahun, 2015-2017, Indonesia berhasil menurunkan titik api sebanyak 93.6 persen.
Hasil ini membuktikan kesungguhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut sebagai prioritas nasional. Presiden berhasil menjadikan kebijakan-kebijakan yang diambilnya menjadi aksi yang efektif di lapangan.
"Kerja sama yang kuat antara berbagai pihak, terutama keterlibatan sektor swasta menjadi hal kunci," katanya.
Inisiatif Global untuk Gambut (Global Peatland Initiatives/GPI) adalah prakarsa global yang diinisiasi oleh beberapa negara, badan internasional dan para ahli yang berkomitmen untuk menjaga lahan gambut di seluruh dunia agar lestari.
Lahan gambut sebagai cadangan karbon organik yang terbesar di dunia harus dijaga supaya tidak terbakar.
"Semua anggota GPI bekerja sama untuk usaha konservasi, restorasi dan manajemen lahan gambut yang lebih baik," katanya.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri LHK membagikan kesuksesan manajemen lahan gambut Indonesia sebagai inspirasi sekaligus rujukan bagi negara-negara lain yang sedang bergiat untuk hal yang sama. Indonesia berhasil memperbaharui dan mendorong moratorium dan penegakan hukum secara efektif.
Sekitar 500 kasus kebakaran hutan dan gambut berhasil dibawa ke pengadilan, termasuk salah satunya yang fenomenal adalah putusan terhadap satu pemegang konsensi lahan yang terbukti bersalah untuk membayar ganti rugi sebesar 1,2 juta dolar Amerika kepada Pemerintah Indonesia.
Hal ini membangun kepercayaan masyarakat luas atas kesungguhan Pemerintah Indonesia dalam penegakan hukum terhadap para pihak yang melakukan kejahatan lingkungan.
Sebagai negara yang hidup berdampingan, Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo, sangat terkesan dengan keberhasilan Indonesia. Mereka sangat tertarik belajar lebih jauh mengenai kerangka institusional efektif yang dijalankan Pemerintah Indonesia.
Badan Restorasi Gambut (BRG) sebagai bagian tak terpisahkan yang mendukung strategi besar untuk manajemen lahan gambut yang dijalankan oleh Kementerian LHK. Sampai tahun 2018, program yang dijalankan BRG telah mencakup 2,49 juta hektare, 1,39 juta hektare dilakukan oleh sektor swasta.
Siti Nurbaya pun menekankan salah satu kunci keberhasilan Indonesia adalah kemampuan untuk melibatkan semua pihak secara efektif dalam kerja besar ini, mulai dari organisasi kemasyarakatan sampai pihak swasta. Perusahaan-perusahaan pemegang konsensi lahan sangat proaktif memulai kolaborasi dalam memperbaharui teknologi dan juga mengedukasi para petani untuk manajemen lahan gambut yang berkelanjutan.
Negara-negara anggota GPI berhasil belajar banyak dari pertukaran teknis, pengetahuan dan inisiatif kebijakan dalam manajemen lahan gambut.
Salah satunya, Indonesia yang telah cukup maju dalam manajemen lahan gambut di tingkat nasional dan lokal, mendukung penelitian dalam bidang restorasi dan manajemen lahan gambut dan pengembangan sistem monitoring ketinggian permukaan air dan vegetasi (teknik SESAME dan MORPALAGA), website dan portal dalam jaringan Internet untuk peta dan penggunaan lahan gambut berisi informasi mengenai biofisik, sosial, status legal dan aspek administrasi di beberapa kabupaten yang menjadi percontohan.
Indonesia juga mempromosikan Desa Peduli Gambut sebagai satu model untuk manajemen lahan gambut terintegrasi yang melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan konservasi lahan gambut.***