Jakarta (ANTARA) - Salah satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDG's) yang diadopsi oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa Banga (PBB), termasuk Indonesia adalah tujuan ke-6, yakni "memastikan ketersediaan dan pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan" bagi rakyat.
Di Tanah Air, musim kemarau panjang 2019 dan juga akibat bencana alam seperti gempa bumi menyebabkan tidak sedikit masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih.
Musim hujan yang mestinya sudah masuk pada Oktober lalu, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengalami kemunduran waktu sehingga akan berdampak pada masyarakat untuk dapat mengakses sumber-sumber air.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada Selasa (22/10) menyatakan awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemunduran, di mana sebagian besar wilayah Indonesia baru akan mulai memasuki musim hujan pada bulan November, kecuali untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan yang dimulai sejak pertengahan Oktober 2019 yang sudah memasuki musim hujan.
Menurut BMKG penyebab terlambatnya musim hujan di Indonesia karena rendahnya suhu permukaan laut ketimbang suhu normalnya yg berkisar antara 26-27 derajat Celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat, sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia.
Meski hujan sudah turun di sejumlah daerah, namun tidak serta merta membuat masyarakat mudah mengakses air bersih.
Contohnya, di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tasikmalaya, pihaknya masih mendistribusikan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terdampak parah kekeringan meski musim kemarau sudah mulai berakhir dengan turunnya hujan sejak beberapa hari.
"Hampir seluruh kecamatan masih meminta bantuan air bersih," kata Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya Ucu Anwar, Minggu (10/11).
Daerah yang masih membutuhkan banyak pasokan air bersih, kata dia, Kecamatan Mangkubumi, Kawalu, Purbaratu, dan Tamansari karena daerah tersebut cukup tinggi terdampak kekeringan di Tasikmalaya.
Hujan di Tasikmalaya belum membuat sumber air di permukiman penduduk seperti sumur maupun pompa air tersedia airnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Di Ibu Kota Jakarta sendiri, kesulitan air bersih juga masih dialami warganya.
Lurah Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan Budi Santoso mengemukakan bahwa sebanyak 125 kepala keluarga (KK) atau sekitar 200 jiwa di Kelurahan Manggarai, masih menerima kiriman air bersih dari BPBD DKI Jakarta karena kesulitan air sejak dua bulan terakhir.
Sebanyak 125 KK tersebut tersebar di delapan RT yang ada di RW 10 yakni RT 004 sampai 009, RT 011 dan RT 015.
Menurut dia, kondisi kesulitan air ini sudah terjadi sejak dua bulan terakhir dan bantuan air bersih dari BPBD DKI Jakarta baru diterima warga sejak 29 Oktober 2019.
Baca juga: Sejumlah daerah di Kabupaten Kediri masih kesulitan air bersih
Faktor bencana
Jika di sejumlah daerah di Tanah Air kesulitan air akibat musim kemarau panjang, di Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), warganya membutuhkan bantuan air bersih akibat dampak bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa akibat gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,0 yang mengguncang Lombok Utara dan sekitarnya, pada hari Minggu (5/8) pukul 18:46 WIB meninggalkan luka mendalam bagi para korban.
Setidaknya, 560 orang meninggal dunia, dan hampir 400 ribu orang mengungsi, serta lebih dari 140 ribu rumah mengalami kerusakan.
Salah satu dampak lain yang ditimbulkan adalah terputusnya jalur pipa dari sumber mata air masyarakat. Kondisi itu disebabkan oleh terjadinya longsor akibat gempa tersebut.
Desa Senaru, di Kabupaten Lombok Utara, merupakan salah satu desa terdampak yang mengalami krisis air bersih.
Guna membantu warga yang kesulitan air bersih, Tim Tanggap Bencana Yayasan Baitul Maal (YBM) BRI melalui program pemulihan melakukan pembangunan jalur pipa dan instalasi air di Desa Senaru.
"Kami tergerak untuk berkontribusi membantu masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, baik karena faktor dampak kemarau maupun karena bencana alam," kata General Manager YBM BRI Dwi Iqbal Noviawan.
Seorang nenek dan cucunya sedang mengambil air bersih bantuan Yayasan Baitul Maal (YBM) BRI di Desa Senaru, di Kabupaten Lombok Utara, Provinsi NTB. (FOTO ANTARA/Andi J/HO-YBM BRI)
Bantuan di Desa Senaru itu dilakukan dengan memasang kembali jalur pipa yang tertimbun longsor sepanjang 2.700 meter, pembangunan bak penampungan di sumber mata air, dan pembuatan mesin water treatment yang berfungsi untuk mengolah air kotor dan tercemar, menjadi air yang layak dikonsumsi.
Penyerahan bantuan itu dihadiri oleh Kabag Bina Administrasi Kewilayahan NTB H Sahrum, Kabid Cipta Karya Dinas PU Lombok Utara Alfian Zubair, Pimpinan Cabang BRI Mataram Dwi Hendro Susatyo, Pengurus YBM BRI Mataram Andi Rusli, Camat Bayan Intiha, Kepala Desa Senaru Sekarnawadi, serta tokoh masyarakat.
Bantuan itu diserahkan secara simbolis kepada Kepala Desa Senaru Sekarnawadi. Total bantuan yang diberikan senilai Rp383.147.000 dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 2.212 jiwa, yang berasal dari empat dusun, yakni Senaru, Batu Koq, Tanakbisa, dan Lendang Cempaka.
Kabag Bina Administrasi Kewilayahan NTB Sahrum menyambut baik adanya program pemulihan itu dan berharap para penerima manfaat dapat menjaga dan merawat fasilitas yang telah diberikan.
Sedangkan Dwi Hendro Susatyo menyampaikan terima kasih kepada YBM BRI atas bantuan itu dan mengharapkan masyarakat Desa Senaru bisa memanfaatkan fasilitas yang telah diberikan itu.
Melalui program pemulihan itu kata dia, YBM BRI dinilai telah berkontribusi untuk mencapai salah satu dari 17 tujuan SDG yaitu menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua orang.
Salah satu warga Desa Senaru, Rasiana juga memberikan apresiasi atas bantuan sarana air bersih dari YBM BRI itu.
"Alhamdulillah akhirnya kami bisa mendapatkan air bersih yang sangat bermanfaat bagi kami. Semoga menjadi amal jariyah bagi para 'muzakki' YBM BRI," katanya.
Baca juga: PUPR bersama JICA atasi masalah sanitasi dan air limbah di Jakarta
Gerakan penyaluran air
Lembaga filantropi profesional berskala global yang merespon cepat masalah-masalah penyelamatan kemanusiaan melalui program-program yang kreatif, holistik dan masif Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengajak masyarakat untuk mendukung gerakan penyaluran air bersih bagi warga yang terkena dampak kekeringan.
Kepala Cabang ACT di Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Muhammad Alfian pada acara penyaluran 10 ribu liter air bersih kepada warga yang terkena dampak kekeringan di Dusun Mbung Kolah dan Dusun Pelopok, Desa Labuan Tereng, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat belum lama ini mengajak semua dermawan untuk ikut membantu gerakan penyaluran air bersih ini kepada saudara sebangsa yang sedang dilanda kekeringan.
Pada akhir Oktober 2019, ACT juga meluncurkan program "water truck" (truk air) untuk meluaskan jangkauan distribusi air bersih bagi warga yang terkena dampak kekeringan di seluruh Indonesia.
Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin dalam acara pendistribusian air bersih bagi warga di Kecamatan Cibarusah, Bekasi, Jabar menyatakan armada "water truck" ini merupakan kelanjutan dari armada tangki air yang sebelumnya sudah beroperasi.
Truk air itu memiliki banyak fungsi tambahan, di antaranya selain dapat memaksimalkan pendistribusian air bersih juga memungkinkan aksi kemanusiaan lain seperti pemadaman kebakaran.
"Kami luncurkan 'water truck' kedua ini untuk mendukung program pendistribusian air bersih karena air merupakan sumber kehidupan. Air adalah kebutuhan mendasar manusia. Sementara kekeringan dan krisis air bersih masih menghantui warga di sejumlah wilayah di Indonesia," katanya.
Ia menyebutkan bahwa berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) per 20 Okrober 2019, Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Bali masih dilanda kekeringan ekstrem. Sebagian wilayah Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra juga dilanda kekeringan sedang hingga panjang.
Dari kalangan swasta, gerakan membantu penyaluran air bersih ini juga dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (HeidelbergCement).
Manajer Tanggung Jawa Sosial (CSR) Indocement, Sahat Panggabean menjelaskan selama musim kemarau hingga akhir Oktober 2019 pihaknya telah menyalurkan bantuan air bersih sebanyak 2,2 juta liter untuk masyarakat di desa mitra.
"Sumber air bersih yang disalurkan itu berasal dari mata air yang masih mengalir di area tambang Indocement dan sekitar, di samping sumber-sumber dari luar lainnya," katanya.
Total bantuan air bersih untuk masyarakat desa mitra yang mencapai 2,2 juta liter air bersih per akhir Oktober lalu merupakan langkah nyata Indocement dalam membantu meringankan beban masyarakat yang kesulitan air bersih karena musim kering yang berkepanjangan di Indonesia.
Menurut dia efek musim kemarau tahun 2019 ini juga melanda desa-desa mitra di mana banyak desa-desa mitra yang kekurangan pasokan air bersih, karena sumber air warga kering akibat tidak turunnya hujan dalam jangka waktu yang panjang.
Baca juga: Lembaga keuangan diajak beri pinjaman pembangunan sanitasi
Menyelaraskan SDG's dengan gelorakan gerakan bantuan air bersih
Senin, 11 November 2019 16:56 WIB